Mengapa Petani Kita Masih Miskin?
oleh : Muhammad Isnaini alias Bang Pilot.
Salah satu penyebab petani Indonesia masih miskin adalah
kurangnya kemauan petani meninggalkan tanaman tradisionalnya, untuk kemudian
beralih kepada komoditi yang jauh lebih bernilai ekonomi.
Petani kita umumnya hanya mau menanam varian yang sudah
dikuasainya secara turun temurun. Tak sedikit pula yang menanam suatu jenis
tanaman karena terpengaruh teman-teman sesama petaninya yang fanatis terhadap
suatu varian tertentu.
Selain itu, petani kita kurang kemauan untuk belajar
mengenal dan membudidayakan varian baru. “Sudah terbiasa’’, itulah alasan yang
selalu diutarakan jika petani ditanya apa sebabnya ia tak mau beralih ke
tanaman lain yang jauh lebih menjanjikan.
Kita ambil contoh petani yang menanam satu hektar kelapa sawit.
Dalam satu bulan ia akan mengantongi rupiah rerata sekira tiga juta rupiah,
dengan catatan harga sawit rp.1.500/kg dan produksi stag pada angka 2
ton/ha/bulan. Kenyataannya, angka-angka di atas sulit untuk dicapai. Menurut
wawancara penulis dengan beberapa petani sawit di Sumatera Utara, produksi
rerata TBS tanaman kelapa sawit adalah 1,5 ton/ha/bulan dan harga rerata adalah
rp.1.200/kg. Jadi, hasilnya adalah : rp.1.800.000/ha/bulan.
Mari kita bandingkan dengan tanaman singkong gajah,
misalnya. Satu hektar lahan ditanami 10.000 pokok singkong gajah. Satu pokok
menghasilkan minimal 10 kg ubi segar, pada usia 10 bulan. Harga rerata ubi
segar ditingkat petani (Sumut) selama 2013 adalah rp.650/kg. Hasil menanam
singkong gajah pada lahan satu hektar selama 10 bulan menjadi : 10.000x10x650=
65.000.000/ha/10 bulan. Bandingkan dengan hasil sawit yang cuma
rp.18.000.000/ha/10 bulan.
Itu belum dihitung kerugian saat sawit belum berbuah, yakni
saat mulai ditanam sampai umur 3 tahun. Otomatis selama 3 tahun itu, petani
tidak punya penghasilan, bila penanaman dilakukan secara monokultur. Hal yang
tidak dikenal bila petani menanam ketela pohon varian singkong, terutama
singkong gajah.
Karena itu, sudah saatnya petani kita beralih kepada
komoditi yang lebih menguntungkan. Terutama bagi petani yang memiliki lahan
kurang dari 2 hektar, dan lahannya bukan rawa gambut.
Untuk petani yang hanya memiliki lahan gambut, maka
penanaman jabon adalah pilihan terbaik. Sementara itu, petani yang lahannya
termasuk lahan kritis, kering, berpasir, tandus atau berbatu, disarankan untuk
menanam aren. Aren dapat dipadukan dengan tanaman sela lainnya. Yang paling
sederhana adalah dengan tanaman rumput pakan ternak sapi.
Tadi siang penulis mewawancarai Andianto, seorang penyadap
aren di desa Kampung Banjar, Simalungun, Sumut. Ia mengatakan, dari hanya
menyadap 2 pohon aren selama 3 bulan, ia menghasilkan uang 4 juta rupiah.
Bagaimana bila ia menyadap 20 pohon aren, atau 40?. Silahkan hitung sendiri
hasilnya.
Sebagai catatan, satu hektar lahan bisa ditempati 277 pokok
aren.
READY STOCK : BIBIT SAWIT RP.900/BUTIR
KECAMBAH, BIBIT KARET RP.500/BUTIR.
BIBIT AREN UMUR 6 BULAN SIAP TANAM RP. 4.000/POKOK.
BIBIT KECAMBAH AREN UMUR 2 BULAN ( UNTUK PENGIRIMAN JARAK JAUH ), HANYA RP. 1.500/POKOK.
HP.0813 7000 8997. DENGAN MUHAMMAD ISNAINI.
READY STOCK : BIBIT SAWIT RP.900/BUTIR
KECAMBAH, BIBIT KARET RP.500/BUTIR.
BIBIT AREN UMUR 6 BULAN SIAP TANAM RP. 4.000/POKOK.
BIBIT KECAMBAH AREN UMUR 2 BULAN ( UNTUK PENGIRIMAN JARAK JAUH ), HANYA RP. 1.500/POKOK.
HP.0813 7000 8997. DENGAN MUHAMMAD ISNAINI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar