Masih ingat sebuah lagu Singkong dan Keju? Cukup terkenal dan bisa dihafal oleh sebagian besar anak muda pada era itu (tahun 80 an). Sebuah pembandingan antara Singkong dan keju. Singkong identik dengan desa, udik, terbelakang nan miskin. Keju simbol anak rumahan gedongan, modern, kota, terpelajar dan tentu kaya.
Teman – teman sekitaran Jogja juga sering
melontarkan ungkapan/gurauan : “ Woooo,,,,teloooo !!!….” Sebuah ungkapan
ejekan atau gurauan atau bahkan makian bahwa lawan bicaranya tidak
bermutu – tidak berkualitas.
Saat ini, rasanya lagu dan ungkapan atau anggapan
bahwa SINGKONG adalah tidak berkulaitas, rendahan dan selayaknya
ditinggalkan sudah tidak berlaku lagi.
SINGKONG belakangan ini menjadi
salah satu komoditas hasil pertanian yang diburu oleh banyak pihak.
Banyak pihak melakukan budidaya secara besar-besaran dengan luasan lahan
ratusan hingga ribuan hektar. Apakah kondisi ini akan menjadikan komoditas singkong ini over produksi dan membuat harga jatuh? Jawabannya : Tidak. Kebutuhan
akan singkong sangat tinggi, dari hari ke hari justru semakin tinggi
mengingat ada banyak produk yang bisa dihasilkan dari bahan baku
singkong.
Pintu pengolahan paska panen dari SINGKONG ini
terbuka banyak sektor. Mulai dari pengolahan singkong sebagai bahan
makanan ( ada seabrek jenis makanan yang bahan bakunya adalah SINGKONG).
Singkong juga masuk ranah pabrikan menjadi bahan tepung bahkan sudah
sejajar dengan produk gandum setelah ditemukan teknik pengolahan
SINGKONG menjadi MOCAF (Modified Cassava Flour). Singkong
juga menjadi salah satu bahan sumber energy yang direkomendasikan untuk
bisa mendukung kebutuhan energi nasional bahkan dunia.
Singkong Gajah
Secara fisik Singkong Gajah memiliki sistem perakaran yang kuat sehingga
memungkinkan bisa menyerap (menahan) air dan sangat berguna bagi
keperluan irigasi dan pengendalian banjir. Sedangkan pertumbuhan batang,
cabang dan daun mencapai tinggi 5 meter. Tumbuhan ini mempunyai potensi
tinggi dalam penyerapan CO2, dengan demikian keberadaan Singkong Gajah besar peranannya bagi pengendalian ekosistem.Dari berbagai sampel cabutan Singkong Gajah dengan umur antara 4 – 9 bulan, singkong Gajah ini memiliki rasa yang enak dan gurih dengan tekstur empuk bahkan ada nuansa cita rasa ketan. Berbagai jenis olahan Singkong basah menjadi makanan diperoleh kualitas yang bagus antara lain berupa Keripik, Gethuk, Tape dan Bahan sayur pengganti kentang, dan lainnya yang memiliki potensi Ekonomi yang cukup tinggi.
Umbi umur 9 – 12 bulan mempunyai kadar pati yang tinggi sehingga berpotensial sebagai bahan Chip Gaplek, Tepung Tapioka, Tepung Mocal (Pengganti Gandum) dan Bioethanol. Dengan demikian Singkong Gajah akan memiliki potensi strategis secara Nasional sebagai Bahan Pangan dan Bahan Bakar Nabati (Energi).
Kandungan Sianida yang relatif rendah pada Singkong Gajah terlihat pada daun yang bisa langsung dimakan oleh ternak (ayam, kambing, dan sapi) tanpa menimbulkan pengaruh negatif pada ternak tersebut. Hal itu juga terlihat pada umbinya, karakteristik semacam ini mempunyai nilai lebih baik dibandingkan dengan varietas singkong lainnya walaupun mempunyai produktivitas yang tinggi namun tidak dapat langsung dimakan oleh ternak maupun manusia, disebabkan tingkat Kandungan Sianida yang tinggi membuat jenis singkong variates yang lain beracun dan apabila dalam pengolahannya tidak menggunakan metode yang benar akan membahayakan mahluk hidup dan merusak lingkungan.
Potensi kandungan tepung pada Singkong Gajah akan mencapai titik maksimum pada umur tanaman antara 9 – 12 bulan, dengan demikian apabila Industri Tepung Tapioka mengunakan bahan baku dari Singkong Gajah sebaiknya pada umur panen tersebut.
Paguyuban TUNAS MERAPI, sebuah media kepedulian
bagi para muda dan mudi lereng Merapi melakukan aksi konservasi di
Merapi, 2 tahun ini juga melakukan budidaya singkong jenis SIngkong Gajah. Panenan perdana kami, lahan seluas 1 hektar mendapatkan total jumlah singkong 86 ton. Penanaman
perdana ini merupakan ajang bagi kami untuk mempelajari karakter
singkong jenis ini. Dengan perawatan yang masih belum sempurna, hasilnya
sudah jauh jika dibandingkan dengan jenis singkong lokal (jenis Kaporo
atau Klentheng) yang per ha nya hanya berkisar 10 – 30 an ton.
Akhir bulan September kemarin kami melakukan
pemanenan tanaman tahap kedua. Hasilnya melonjak drastis, dengan luasan
lahan yang sama ( 1 hektar), kami mendapatkan total jumlah panen
sebanyak 137 ton. Sungguh menjadi sebuah kebanggaan bagi kami, petani Singkong di Lereng Merapi. Dengan
panenan 137 ton ini kami memperoleh laba yang cukup tinggi. Modal biaya
sewa lahan, pengadaan bibit, pupuk, tenaga perawatan tidak lebih dari
50 juta rupiah, sementara hasil panenan kami total
Rp 164 juta dengan harga jual singkong segar per kg Rp 1.200.
Keuntungan bersih kami lebih dari 100 juta rupiah. Waktu yang diperlukan
dari persiapan lahan hingga panenan selama 9 bulan.
Selain berpotensi menghasilkan panenan lebih banyak
dari pada singkong lokal, Singkong Gajah juga mempunyai cita rasa yang
sangat enak, gurih nan lembut bernuansakan rasa mentega. Tunas Merapi
juga sudah mulai melakukan pengolahan panenan singkong menjadi beberapa
jenis makanan ringan. Menurut beberapa pihak, makanan ringan dengan
bahan baku Singkong Gajah ini rasanya lebih enak gurih.
Budidaya Sing Gajah selain menghasilkan panenan
yang tinggi juga bisa memungkinkan membuka lapangan pekerjaan baru. Ada
beberapa kelompok ibu-ibu yang kemudian melakukan produksi makanan ringan berbahan baku singkong.
Salam Hijau nan Sejahtera dari Lereng Merapi.
SINGKONG GAJAH BERPOTENSI RAUP LABA PULUHAN JUTA RUPIAH
REP | 09 December 2013 | 20:29 Dibaca: 16 Komentar: 2 1
anak muda pada era itu (tahun 80 an). Sebuah pembandingan antara Singkong dan keju. Singkong identik dengan desa, udik, terbelakang nan miskin. Keju simbol anak rumahan gedongan, modern, kota, terpelajar dan tentu kaya.
Secara fisik Singkong Gajah memiliki sistem perakaran yang kuat sehingga
memungkinkan bisa menyerap (menahan) air dan sangat berguna bagi
keperluan irigasi dan pengendalian banjir. Sedangkan pertumbuhan batang,
cabang dan daun mencapai tinggi 5 meter. Tumbuhan ini mempunyai potensi
tinggi dalam penyerapan CO2, dengan demikian keberadaan Singkong Gajah besar peranannya bagi pengendalian ekosistem.
Dari berbagai sampel cabutan Singkong Gajah dengan umur antara 4 – 9 bulan, singkong Gajah ini memiliki rasa yang enak dan gurih dengan tekstur empuk bahkan ada nuansa cita rasa ketan. Berbagai jenis olahan Singkong basah menjadi makanan diperoleh kualitas yang bagus antara lain berupa Keripik, Gethuk, Tape dan Bahan sayur pengganti kentang, dan lainnya yang memiliki potensi Ekonomi yang cukup tinggi.
Umbi umur 9 – 12 bulan mempunyai kadar pati yang tinggi sehingga berpotensial sebagai bahan Chip Gaplek, Tepung Tapioka, Tepung Mocal (Pengganti Gandum) dan Bioethanol. Dengan demikian Singkong Gajah akan memiliki potensi strategis secara Nasional sebagai Bahan Pangan dan Bahan Bakar Nabati (Energi).
Kandungan Sianida yang relatif rendah pada Singkong Gajah terlihat pada daun yang bisa langsung dimakan oleh ternak (ayam, kambing, dan sapi) tanpa menimbulkan pengaruh negatif pada ternak tersebut. Hal itu juga terlihat pada umbinya, karakteristik semacam ini mempunyai nilai lebih baik dibandingkan dengan varietas singkong lainnya walaupun mempunyai produktivitas yang tinggi namun tidak dapat langsung dimakan oleh ternak maupun manusia, disebabkan tingkat Kandungan Sianida yang tinggi membuat jenis singkong variates yang lain beracun dan apabila dalam pengolahannya tidak menggunakan metode yang benar akan membahayakan mahluk hidup dan merusak lingkungan.
Potensi kandungan tepung pada Singkong Gajah akan mencapai titik maksimum pada umur tanaman antara 9 – 12 bulan, dengan demikian apabila Industri Tepung Tapioka mengunakan bahan baku dari Singkong Gajah sebaiknya pada umur panen tersebut.
Budidaya Singkong Gajah sanggup meningkatkan perekonomian petani,
terlebih dengan adanya proses pengolahan menjadi hasil jadi semisal
makanan, gaplek, tepung, makanan ternak bahkan bisa diolah menjadi Bahan
Bakar Nabati.
Salam Hijau nan Sejahtera dari Lereng Merapi.
Masih ingat sebuah lagu Singkong dan Keju? Cukup terkenal dan bisa dihafal oleh sebagian besar
Teman – teman sekitaran Jogja juga sering
melontarkan ungkapan/gurauan : “ Woooo,,,,teloooo !!!….” Sebuah ungkapan
ejekan atau gurauan atau bahkan makian bahwa lawan bicaranya tidak
bermutu – tidak berkualitas.
Saat ini, rasanya lagu dan ungkapan atau anggapan
bahwa SINGKONG adalah tidak berkulaitas, rendahan dan selayaknya
ditinggalkan sudah tidak berlaku lagi.
SINGKONG belakangan ini menjadi
salah satu komoditas hasil pertanian yang diburu oleh banyak pihak.
Banyak pihak melakukan budidaya secara besar-besaran dengan luasan lahan
ratusan hingga ribuan hektar. Apakah kondisi ini akan menjadikan komoditas singkong ini over produksi dan membuat harga jatuh? Jawabannya : Tidak. Kebutuhan
akan singkong sangat tinggi, dari hari ke hari justru semakin tinggi
mengingat ada banyak produk yang bisa dihasilkan dari bahan baku
singkong.
Pintu pengolahan paska panen dari SINGKONG ini
terbuka banyak sektor. Mulai dari pengolahan singkong sebagai bahan
makanan ( ada seabrek jenis makanan yang bahan bakunya adalah SINGKONG).
Singkong juga masuk ranah pabrikan menjadi bahan tepung bahkan sudah
sejajar dengan produk gandum setelah ditemukan teknik pengolahan
SINGKONG menjadi MOCAF (Modified Cassava Flour). Singkong
juga menjadi salah satu bahan sumber energy yang direkomendasikan untuk
bisa mendukung kebutuhan energi nasional bahkan dunia.
Singkong Gajah
Dari berbagai sampel cabutan Singkong Gajah dengan umur antara 4 – 9 bulan, singkong Gajah ini memiliki rasa yang enak dan gurih dengan tekstur empuk bahkan ada nuansa cita rasa ketan. Berbagai jenis olahan Singkong basah menjadi makanan diperoleh kualitas yang bagus antara lain berupa Keripik, Gethuk, Tape dan Bahan sayur pengganti kentang, dan lainnya yang memiliki potensi Ekonomi yang cukup tinggi.
Umbi umur 9 – 12 bulan mempunyai kadar pati yang tinggi sehingga berpotensial sebagai bahan Chip Gaplek, Tepung Tapioka, Tepung Mocal (Pengganti Gandum) dan Bioethanol. Dengan demikian Singkong Gajah akan memiliki potensi strategis secara Nasional sebagai Bahan Pangan dan Bahan Bakar Nabati (Energi).
Kandungan Sianida yang relatif rendah pada Singkong Gajah terlihat pada daun yang bisa langsung dimakan oleh ternak (ayam, kambing, dan sapi) tanpa menimbulkan pengaruh negatif pada ternak tersebut. Hal itu juga terlihat pada umbinya, karakteristik semacam ini mempunyai nilai lebih baik dibandingkan dengan varietas singkong lainnya walaupun mempunyai produktivitas yang tinggi namun tidak dapat langsung dimakan oleh ternak maupun manusia, disebabkan tingkat Kandungan Sianida yang tinggi membuat jenis singkong variates yang lain beracun dan apabila dalam pengolahannya tidak menggunakan metode yang benar akan membahayakan mahluk hidup dan merusak lingkungan.
Potensi kandungan tepung pada Singkong Gajah akan mencapai titik maksimum pada umur tanaman antara 9 – 12 bulan, dengan demikian apabila Industri Tepung Tapioka mengunakan bahan baku dari Singkong Gajah sebaiknya pada umur panen tersebut.
Paguyuban TUNAS MERAPI, sebuah media kepedulian
bagi para muda dan mudi lereng Merapi melakukan aksi konservasi di
Merapi, 2 tahun ini juga melakukan budidaya singkong jenis SIngkong Gajah. Panenan perdana kami, lahan seluas 1 hektar mendapatkan total jumlah singkong 86 ton. Penanaman
perdana ini merupakan ajang bagi kami untuk mempelajari karakter
singkong jenis ini. Dengan perawatan yang masih belum sempurna, hasilnya
sudah jauh jika dibandingkan dengan jenis singkong lokal (jenis Kaporo
atau Klentheng) yang per ha nya hanya berkisar 10 – 30 an ton.
Akhir bulan September kemarin kami melakukan
pemanenan tanaman tahap kedua. Hasilnya melonjak drastis, dengan luasan
lahan yang sama ( 1 hektar), kami mendapatkan total jumlah panen
sebanyak 137 ton. Sungguh menjadi sebuah kebanggaan bagi kami, petani Singkong di Lereng Merapi. Dengan
panenan 137 ton ini kami memperoleh laba yang cukup tinggi. Modal biaya
sewa lahan, pengadaan bibit, pupuk, tenaga perawatan tidak lebih dari
50 juta rupiah, sementara hasil panenan kami total
Rp 164 juta dengan harga jual singkong segar per kg Rp 1.200.
Keuntungan bersih kami lebih dari 100 juta rupiah. Waktu yang diperlukan
dari persiapan lahan hingga panenan selama 9 bulan.
Selain berpotensi menghasilkan panenan lebih banyak
dari pada singkong lokal, Singkong Gajah juga mempunyai cita rasa yang
sangat enak, gurih nan lembut bernuansakan rasa mentega. Tunas Merapi
juga sudah mulai melakukan pengolahan panenan singkong menjadi beberapa
jenis makanan ringan. Menurut beberapa pihak, makanan ringan dengan
bahan baku Singkong Gajah ini rasanya lebih enak gurih.
Budidaya Sing Gajah selain menghasilkan panenan
yang tinggi juga bisa memungkinkan membuka lapangan pekerjaan baru. Ada
beberapa kelompok ibu-ibu yang kemudian melakukan produksi makanan ringan berbahan baku singkong.
Salam Hijau nan Sejahtera dari Lereng Merapi.
SINGKONG GAJAH BERPOTENSI RAUP LABA PULUHAN JUTA RUPIAH
REP | 09 December 2013 | 20:29 Dibaca: 16 Komentar: 2 1
anak muda pada era itu (tahun 80 an). Sebuah pembandingan antara Singkong dan keju. Singkong identik dengan desa, udik, terbelakang nan miskin. Keju simbol anak rumahan gedongan, modern, kota, terpelajar dan tentu kaya.
Secara fisik Singkong Gajah memiliki sistem perakaran yang kuat sehingga
memungkinkan bisa menyerap (menahan) air dan sangat berguna bagi
keperluan irigasi dan pengendalian banjir. Sedangkan pertumbuhan batang,
cabang dan daun mencapai tinggi 5 meter. Tumbuhan ini mempunyai potensi
tinggi dalam penyerapan CO2, dengan demikian keberadaan Singkong Gajah besar peranannya bagi pengendalian ekosistem.
Dari berbagai sampel cabutan Singkong Gajah dengan umur antara 4 – 9 bulan, singkong Gajah ini memiliki rasa yang enak dan gurih dengan tekstur empuk bahkan ada nuansa cita rasa ketan. Berbagai jenis olahan Singkong basah menjadi makanan diperoleh kualitas yang bagus antara lain berupa Keripik, Gethuk, Tape dan Bahan sayur pengganti kentang, dan lainnya yang memiliki potensi Ekonomi yang cukup tinggi.
Umbi umur 9 – 12 bulan mempunyai kadar pati yang tinggi sehingga berpotensial sebagai bahan Chip Gaplek, Tepung Tapioka, Tepung Mocal (Pengganti Gandum) dan Bioethanol. Dengan demikian Singkong Gajah akan memiliki potensi strategis secara Nasional sebagai Bahan Pangan dan Bahan Bakar Nabati (Energi).
Kandungan Sianida yang relatif rendah pada Singkong Gajah terlihat pada daun yang bisa langsung dimakan oleh ternak (ayam, kambing, dan sapi) tanpa menimbulkan pengaruh negatif pada ternak tersebut. Hal itu juga terlihat pada umbinya, karakteristik semacam ini mempunyai nilai lebih baik dibandingkan dengan varietas singkong lainnya walaupun mempunyai produktivitas yang tinggi namun tidak dapat langsung dimakan oleh ternak maupun manusia, disebabkan tingkat Kandungan Sianida yang tinggi membuat jenis singkong variates yang lain beracun dan apabila dalam pengolahannya tidak menggunakan metode yang benar akan membahayakan mahluk hidup dan merusak lingkungan.
Potensi kandungan tepung pada Singkong Gajah akan mencapai titik maksimum pada umur tanaman antara 9 – 12 bulan, dengan demikian apabila Industri Tepung Tapioka mengunakan bahan baku dari Singkong Gajah sebaiknya pada umur panen tersebut.
Budidaya Singkong Gajah sanggup meningkatkan perekonomian petani,
terlebih dengan adanya proses pengolahan menjadi hasil jadi semisal
makanan, gaplek, tepung, makanan ternak bahkan bisa diolah menjadi Bahan
Bakar Nabati.
Salam Hijau nan Sejahtera dari Lereng Merapi.
Masih ingat sebuah lagu Singkong dan Keju? Cukup terkenal dan bisa dihafal oleh sebagian besar
Teman – teman sekitaran Jogja juga sering
melontarkan ungkapan/gurauan : “ Woooo,,,,teloooo !!!….” Sebuah ungkapan
ejekan atau gurauan atau bahkan makian bahwa lawan bicaranya tidak
bermutu – tidak berkualitas.
Saat ini, rasanya lagu dan ungkapan atau anggapan
bahwa SINGKONG adalah tidak berkulaitas, rendahan dan selayaknya
ditinggalkan sudah tidak berlaku lagi.
SINGKONG belakangan ini menjadi
salah satu komoditas hasil pertanian yang diburu oleh banyak pihak.
Banyak pihak melakukan budidaya secara besar-besaran dengan luasan lahan
ratusan hingga ribuan hektar. Apakah kondisi ini akan menjadikan komoditas singkong ini over produksi dan membuat harga jatuh? Jawabannya : Tidak. Kebutuhan
akan singkong sangat tinggi, dari hari ke hari justru semakin tinggi
mengingat ada banyak produk yang bisa dihasilkan dari bahan baku
singkong.
Pintu pengolahan paska panen dari SINGKONG ini
terbuka banyak sektor. Mulai dari pengolahan singkong sebagai bahan
makanan ( ada seabrek jenis makanan yang bahan bakunya adalah SINGKONG).
Singkong juga masuk ranah pabrikan menjadi bahan tepung bahkan sudah
sejajar dengan produk gandum setelah ditemukan teknik pengolahan
SINGKONG menjadi MOCAF (Modified Cassava Flour). Singkong
juga menjadi salah satu bahan sumber energy yang direkomendasikan untuk
bisa mendukung kebutuhan energi nasional bahkan dunia.
Singkong Gajah
Dari berbagai sampel cabutan Singkong Gajah dengan umur antara 4 – 9 bulan, singkong Gajah ini memiliki rasa yang enak dan gurih dengan tekstur empuk bahkan ada nuansa cita rasa ketan. Berbagai jenis olahan Singkong basah menjadi makanan diperoleh kualitas yang bagus antara lain berupa Keripik, Gethuk, Tape dan Bahan sayur pengganti kentang, dan lainnya yang memiliki potensi Ekonomi yang cukup tinggi.
Umbi umur 9 – 12 bulan mempunyai kadar pati yang tinggi sehingga berpotensial sebagai bahan Chip Gaplek, Tepung Tapioka, Tepung Mocal (Pengganti Gandum) dan Bioethanol. Dengan demikian Singkong Gajah akan memiliki potensi strategis secara Nasional sebagai Bahan Pangan dan Bahan Bakar Nabati (Energi).
Kandungan Sianida yang relatif rendah pada Singkong Gajah terlihat pada daun yang bisa langsung dimakan oleh ternak (ayam, kambing, dan sapi) tanpa menimbulkan pengaruh negatif pada ternak tersebut. Hal itu juga terlihat pada umbinya, karakteristik semacam ini mempunyai nilai lebih baik dibandingkan dengan varietas singkong lainnya walaupun mempunyai produktivitas yang tinggi namun tidak dapat langsung dimakan oleh ternak maupun manusia, disebabkan tingkat Kandungan Sianida yang tinggi membuat jenis singkong variates yang lain beracun dan apabila dalam pengolahannya tidak menggunakan metode yang benar akan membahayakan mahluk hidup dan merusak lingkungan.
Potensi kandungan tepung pada Singkong Gajah akan mencapai titik maksimum pada umur tanaman antara 9 – 12 bulan, dengan demikian apabila Industri Tepung Tapioka mengunakan bahan baku dari Singkong Gajah sebaiknya pada umur panen tersebut.
Paguyuban TUNAS MERAPI, sebuah media kepedulian
bagi para muda dan mudi lereng Merapi melakukan aksi konservasi di
Merapi, 2 tahun ini juga melakukan budidaya singkong jenis SIngkong Gajah. Panenan perdana kami, lahan seluas 1 hektar mendapatkan total jumlah singkong 86 ton. Penanaman
perdana ini merupakan ajang bagi kami untuk mempelajari karakter
singkong jenis ini. Dengan perawatan yang masih belum sempurna, hasilnya
sudah jauh jika dibandingkan dengan jenis singkong lokal (jenis Kaporo
atau Klentheng) yang per ha nya hanya berkisar 10 – 30 an ton.
Akhir bulan September kemarin kami melakukan
pemanenan tanaman tahap kedua. Hasilnya melonjak drastis, dengan luasan
lahan yang sama ( 1 hektar), kami mendapatkan total jumlah panen
sebanyak 137 ton. Sungguh menjadi sebuah kebanggaan bagi kami, petani Singkong di Lereng Merapi. Dengan
panenan 137 ton ini kami memperoleh laba yang cukup tinggi. Modal biaya
sewa lahan, pengadaan bibit, pupuk, tenaga perawatan tidak lebih dari
50 juta rupiah, sementara hasil panenan kami total
Rp 164 juta dengan harga jual singkong segar per kg Rp 1.200.
Keuntungan bersih kami lebih dari 100 juta rupiah. Waktu yang diperlukan
dari persiapan lahan hingga panenan selama 9 bulan.
Selain berpotensi menghasilkan panenan lebih banyak
dari pada singkong lokal, Singkong Gajah juga mempunyai cita rasa yang
sangat enak, gurih nan lembut bernuansakan rasa mentega. Tunas Merapi
juga sudah mulai melakukan pengolahan panenan singkong menjadi beberapa
jenis makanan ringan. Menurut beberapa pihak, makanan ringan dengan
bahan baku Singkong Gajah ini rasanya lebih enak gurih.
Budidaya Sing Gajah selain menghasilkan panenan
yang tinggi juga bisa memungkinkan membuka lapangan pekerjaan baru. Ada
beberapa kelompok ibu-ibu yang kemudian melakukan produksi makanan ringan berbahan baku singkong.
Salam Hijau nan Sejahtera dari Lereng Merapi.
Numpang promo: Jual limbah singkong berupa bonggol (pongkol) singkong Rp 750/kg, Kulit singkong Rp 850/kg, Singkong sortiran (reject) Rp 1500/kg kondisi segar untuk bahan baku tepung ternak. Siap kirim 7 ton/ 2 hari sekali Free ongkir wilayah malang, blitar, kediri, tulungagung, jombang, pasuruan, sidoarjo, surabaya, gresik. Hp/wa saya 081334272800
BalasHapus