Kamis, 06 Februari 2014

Kelapa Sawit dan Kejujuran

Ada beberapa teman yang menanyakan tentang cara membudidayakan tanaman kelapa sawit dan bagaimana manajemennya. Mereka umumnya adalah pemilik tanah yang punya modal, namun tak punya waktu untuk mengurus tanahnya. Sebagian besar tanah mereka itu keadaannya berupa semak belukar, atau pun hutan muda dengan kayu kecil yang seolah terlantarkan.
Sejatinya, tidak ada yang sulit dengan budidaya tanaman kelapa sawit. Karena kelapa sawit (selanjutnya disebut sawit saja) adalah tanaman yang sangat mudah tumbuh. Sawit juga cukup adaptif terhadap suhu, ketinggian, keasaman, dan kelembaban tanah. Selain itu, paparan tentang cara budidaya sawit juga sudah banyak ditulis para ahli pertanian di dunia maya. Satu hal lagi, ongkos pengolahan lahan dan pembudidayaannya tidaklah termasuk mahal.
Kendala utama dalam masalah ini adalah : sulitnya mendapatkan satu orang saja orang yang mengerti tentang sawit, bisa memimpin, paham manajemen, dan ia adalah orang yang jujur.
Jujur, ini adalah satu sifat yang sekarang cukup langka. Orang jujur lumayan susah dicari. Tapi, kalau sudah ketemu dan ia mau diajak bermitra, maka kita bisa tenang tanpa was-was, menggelontorkan dana untuk pengembangan tanaman sawit di perkebunan mini, milik kita pribadi.
Demikian pula saat tanaman sawit sudah berproduksi, maka orang kepercayaan itu jugalah yang akan mengurus penjualan TBS-nya, membeli dan mengaplikasikan pupuk, memantau perlakuan racun hama, mengupah pekerja lain, dan sebagainya.
Pada pokoknya, orang jujur tadi adalah manejer tunggal yang bertanggung jawab mengelola perkebunan sawit yang kita miliki. Segala sesuatu kita serahkan kepadanya. Karena biasanya, pemilik perkebunan ingin segala sesuatunya beres, dan tinggal menikmati hasil investasinya.
Beberapa teman lain pernah bercerita, bagaimana perkebunan sawit miliknya lebih layak disebut hutan ketimbang kebun sawit. Padahal dana pengembangan terus ia gulirkan, dan orang kepercayaannya itu adalah saudara, atau bahkan saudara kandungnya sendiri. Alhasil, karena kesalnya, kebun sawit itu dijual dengan harga murah.
Di sinilah terasa betul nilai dan arti sebuah kejujuran. Pentingnya mendapatkan orang yang tepat untuk mengelola kebun sawit kita nan jauh di mato.
Bagaimana dengan pola manajemen perkebunan besar?
Maaf, kalau harus jujur, terpaksa saya katakan bahwa manajemen perkebunan sawit milik swasta adalah lebih baik dari pada perkebunan sawit milik plat merah.
Mencermati lalu membandingkan keadaan kebun sawit milik swasta dengan yang milik BUMN, dengan mudah kita bisa tahu kalau ada nilai plus yang dimiliki oleh perkebunan swasta, baik swasta nasional mau pun asing.  Pohon-pohon sawit di perkebunan swasta lebih sehat dan berumur panjang, produksinya juga lebih tinggi.
Penyebabnya adalah manajemen yang lebih baik, dan pengawasan yang lebih ketat.
Sementara di kebun milik BUMN, ditemukan beberapa kelemahan yang mendasar. Namun tentu saja saya tidak akan menuliskannya, demi kebaikan.
Gambaran tadi makin menguatkan pentingnya seorang manajer kebun pribadi yang baik. Ia haruslah jujur, mengerti sawit, paham manajemen, bisa memimpin, teliti, rajin turun ke lapangan, tanggap terhadap masalah dan laporan pekerja, serta gigih bekerja.
Jika bisa mendapatkan orang yang seperti itu, maka jangan ragu untuk merekrutnya dan menggajinya dengan baik. Jagalah kebutuhan hidupnya, agar ia tidak berubah menjadi pemangsa.
Di dunia sawit ada pameo : racun rumput bisa diminum, dan pupuk bisa dimakan. Jika pameo ini terjadi pada perkebunan sawit pribadi anda, maka jadilah kebun sawit itu lebih layak disebut hutan belukar. Alih-alih akan menghasilkan uang, salah-salah brondolannya pun kita tak kebagian.
(brondolan : biji buah sawit yang jatuh sendiri pertanda buah sawit sudah layak panen).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar