Sabtu, 27 Desember 2014

Modus Jual Bibit Gaharu Tanpa Inokulasi

Seorang kenalan dari Batam datang berkunjung ke gubuk reot kami beberapa hari yang lalu. Setelah dua sesi kursus kilat tentang budidaya aren, Pak Leo, demikian nama tamu yang datang itu, berkenan untuk melihat-lihat pembibitan gaharu kami yang jumlahnya tak seberapa. Jenisnya aquilaria malaccensis, merupakan jenia gaharu endemik Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Pembicaraan pun lalu berlanjut laiknya wawancara seorang peminat gaharu dengan seorang ‘pakar gaharu antara bangsa’. ( keh keh keh …)
Saya pun memaparkan sesuai apa yang saya tahu, tanpa bumbu penyedap yang memang tidak perlu.
Akhirnya Pak Leo bercerita tentang seorang temannya yang telah membeli 10 pohon bibit gaharu super. Sepohonnya seharga Rp.350.000. Menurut klaim penjualnya, bibit itu akan tumbuh menjadi pohon gaharu penghasil gubal, tanpa harus melalui proses inokulasi. Gubal atau karas yang terbentuk juga akan bermutu tinggi, karena pembentukan gubal terjadi secara alami dalam waktu yang panjang (8 tahun).
“Benarkah memang ada bibit gaharu yang seperti itu?”tanya Pak Leo di akhir ceritanya.
Saya kontan tersentak kaget. Bertahun-tahun mendalami ilmu tentang gaharu, baru kali ini ada klaim tentang adanya jenis pohon gaharu yang bisa menghasilkan gubal tanpa harus diinokulasi. Kaget saya juga makin mendekati level galau tingkat dewa, mengetahui ada bibit gaharu yang dijual dengan harga selangit seperti itu. Padahal rata-rata harga bibit gaharu siap tanam antara Rp.10.000-Rp.20.000 saja perpokok. Yang termahal, varian krisna, paling juga cuma Rp.50.000/pokok.
“Setahu saya, tidak ada jenis gaharu yang bisa seperti itu, Pak Leo. Gubal hanya terjadi bila ada faktor eksternal yang mempengaruhi, semisal serangan jamur fusarium sp. Secara alami itu terjadi saat ada dahan pohon gaharu yang patah. Secara buatan, jamur itu memang disuntikkan”, saya menjawab pertanyaan Pak Leo sesaat setelah kaget saya berangsur berkurang.
“Wah, kalau gitu, kawan saya itu sudah kena modus ya?”, tanya Pak Leo dengan mimik prihatin.
“Sepertinya begitu”, tukas saya cepat.
Sepulang Pak Leo, saya kemudian mendiskusikan fenomena ini dengan beberapa teman yang tergabung dalam AIPA, sebuah grup di Facebook yang khusus membahas tentang gaharu. Hasilnya, ya lebih kurang sama. Modus. Mereka melukai batang bibit gaharu, lalu menyelipkan gubal gaharu yang sudah jadi. Empat bulan kemudian luka itu akan tampak alami sebab kambium menutupi luka. Gubal selipan itulah yang kemidiian dicungkil lalu didemonstrasikan di depan calon pembeli bibit gaharu. Dibakar, ya wangi. Walah! Dus modus!
***
Pohon gaharu memang bisa menghasilkan uang yang banyak. Namun tehnik budidayanya juga tidaklah mudah. Pada umur 5 tahun atau pada saat diameter batang sudah mencapai 15 cm, pohon harus diinokulasi agar menghasilkan gubal atau karas gaharu. Gubal itu  sendiri adalah bagian kayu pohon gaharu yang berubah menjadi berwarna hitam, atau coklat kehitaman dan bila dibakar akan berbau wangi.
Bau wangi ini berasal dari berbagai unsur yang terdapat di dalam resin gaharu. Diantara unsur itu adalah phytalyosin. Resin yang dimaksud di sini adalah getah yang dikeluarkan pohon gaharu, sebagai serum/antibody terhadap serangan isolat yang hinggap atau sengaja disuntikkan.
Ada beberapa jenis isolat berdasarkan bahan pendukungnya. Isolat bio semisal jamur tadi, isolat kimia bisa berbentuk senyawa etilen, dan ada juga yang mengunakan isolat jenis acid. Adapun isolat tradisional bisa berupa minyak oli kotor, minyak jelantah, soda api, ubi busuk, dll.
Berdasarkan tehnik penerapan isolatnya, proses pemicuan terbentuknya gubal dibagi dua, inokulasi dan aerokulasi. Inokulasi dilakukan dengan cara mengebor batang kayu sedalam sepertiga diameter batang, lalu ke dalam lubang disuntikkan 1-2 ml isolat, kemudian lubang ditutup dengan lilin malam atau tanah liat. Dalam satu pohon, jumlah lubang bisa sampai ratusan.
Bila lubang tidak ditutup, maka itu termasuk tehnik aerokulasi. Umumnya cara ini menggunakan mata bor yang lebih kecil, 3 mm. Tehnik yang terbaru adalah dengan mengelupas kulit batang pohon lalu mengusapkan sejenis inducer berbasis bahan kimia.
***
Kendala utama budidaya gaharu pada dasarnya ada empat.
1.Mahalnya harga inokulan atau aerokulan.
Harga inokulan atau aerokulan di pasaran berkisar antara Rp.500.000 s.d Rp.1.200.000 per liternya. Satu liter hanya cukup untuk 4-6 batang pohon, tergantung besarnya pohon. Bahkan, sejenis inokulan cair keluaran Sabah, Malaysia, direkomendasikan dengan dosis 2 liter perpohonnya. Padahal mereka menjual inokulan produk mereka itu dengan harga RM300 alias sekitar satu juta Rupiah perliternya!
Karena itulah kami di AIPA merintis sebuah upaya untuk menyusun formula isolat yang bagus, namun harganya bersahabat dengan petani kecil berkantong cekak. Beberapa percobaan tampaknya memberikan harapan yang baik. Gubal dan kamedangan yang terbentuk menjadi lebih banyak dan lebih cepat.
2.Sulitnya melakukan proses inokulasi.
Mengebor ratusan titik pada pohon yang berdiri tegak, menyuntikkan beberapa tetes inokulan ke dalam tiap lubang, lalu menutupnya kembali dengan lilin malam, bukanlah pekerjaan mudah. Resikonya juga cukup tinggi. Selain itu, semua peralatan harus dijaga agar tetap suci hama, untuk mencegah masuknya benih penyakit yang tak dikehendaki pada pelukaan pohon. Biasanya tehnisi menggunakan alcohol 70% pada peralatan dan pada lubang yang baru terbentuk untuk menjaganya tetap steril.
3.Tingkat keberhasilan yang tidak dapat diprediksi.
Tak jarang juga proses inokulasi yang memakan biaya, tenaga dan waktu yang banyak itu berakhir dengan gatot alias gagal total.
Penyebabnya adalah :
a.Jenis isolat tidak sesuai.
Ini terjadi karena pohon penghasil gaharu ada sekitar 27 jenis, dan menghendaki isolat yang berbeda. Jenis gaharu yang paling mudah diinokulasi dan paling tinggi tingkat keberhasilannya adalah aquilaria malaccensis. Namun harga jual gubalnya hanya sekitar Rp5 juta/kg.
b.Terjadi pembusukan pada batang pohon yang dibor.                                                                                                                                                               Ini karena peralatan yang dipakai kurang steril atau bisa juga karena lubang bor kemasukan air. Karena itu proses inokulasi dianjurkan dilakukan di musim kemarau.
c.Terjadinya restorasi.                                                                                                                                                                                                                          Gubal dan kamedangan yang sudah terbentuk kembali menjadi kayu. Penyebabnya adalah isolat yang diterapkan, kalah oleh resin yang dikeluarkan oleh pohon gaharu. Ingat, resin yang wangi tadi, dikeluarkan oleh pohon gaharu, adalah bertujuan untuk mengobati luka dan mengatasi serangan isolat yang terjadi. Resin = serum. Ciri inokulasi yang berhasil adalah : daun sebagian tampak layu setelah 3 bulan diinokulasi, lalu pulih kembali. Jika tidak pulih, maka pohon akan mati dan ini berarti gubal belum terbentuk sempurna. Gubal mulai sempurna dalam masa tiga tahun sesudah inokulasi. Jika begini, maka petani hanya akan mendapatkan kamedangan, yang harga jualnya sekitar Rp.200.000-Rp.500.000 per kg.
Pohon mati bisa disebabkan karena lubang terlalu banyak atau dosis isolat terlalu tinggi, atau bisa juga karena terjadinya pelapukan akibat tehnik bor yang salah. Ketika mengebor, inti pohon jangan sampai kena mata bor. Lubang bor yang terlalu banyak dan rapat juga akan membuat pohon mudah patah ketika ada angin kencang.
4.Tidak jelasnya pemasaran gubal gaharu.
Gubal gaharu adalah barang langka yang mahal dan diburu pembeli, baik pembeli dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Tapi umumnya mereka tidak mau bermain secara terbuka. Harga dan grade ditetapkan semata-mata berdasarkan kesepakatan. Tentu saja ini membuka peluang permainan yang sangat besar. Petani yang tidak memahami grade dan harga, tentu mudah sekali menjadi pihak yang dirugikan.
Hal ini dapat diminimalisir dengan melakukan kerjasama dengan pihak ASGARIN. Asosiasi Gaharu Indonesia adalah sebuah wadah professional yang membantu petani dan pedagang gaharu di Indonesia.
Bersambung ….

Menanam Aren, Menata Masa Pensiun

Agrobisnis

Bang

Pilot

Nama asli : Muhammad Isnaini. Tinggal di Batu Bara, Sumut. Pemilik blog : http://bibitsawitkaret.blogspot.com/ . Menulis apa saja yang selengkapnya
Menanam Aren, Menata Masa Pensiun OPINI | 02 December 2014 | 21:50 Dibaca: 129   Komentar: 14   7  
Namaku Bang Pilot. Setidaknya, begitulah semua orang di lingkunganku memanggilku.
Aku adalah seorang petani kecil. Hidup secara sangat sederhana di pelosok Kabupaten Batu Bara, Propinsi Sumatera Utara.
Aku berasal dari keluarga kurang mampu, tidak mampu malah, hingga aku harus sudah bekerja saat masih duduk di bangku kelas dua SD.
Pekerjaan pertamaku di usia delapan tahun itu adalah memanjat pinang. Membelinya dari penduduk, lalu menjualnya ke agen pengumpul.
Kulakukan itu setiap hari, sesudah pulang sekolah. Sebuah sepeda tua setia menemani aku keliling kampung untuk memanjat, membeli dan menjual buah pinang.
Itu adalah sekitar awal tahun 80-an. Dan aku masih ingat, penghasilanku satu hari saat itu sekira 200 Rupiah. Buatku, jumlah itu cukup lumayan, mengingat uang jajanku hanya Rp.25 setiap harinya.
Sekarang, setelah 33 tahun bekerja, aku merasa lelah, dan ingin segera pensiun. Namun keadaan belum memungkinkan. Karena itulah aku menanam aren. Di atas tanah yang dulu kubeli dengan susah payah. Sebidang kebun mungil yang kubangun dengan hasil jerih payah yang keras dan mengharukan. Berharap tujuh atau delapan tahun lagi aku bisa berhenti bekerja. Beristirahat panjang sambil jalan-jalan naik hoverboard keliling dunia.
Diatas tanah seluas 4.000 meter persegi itu kutanami dengan 300 pohon aren, dengan jarak tanam 3 x 4 meter. Kelilingnya akan kutanami dengan 200 pohon gaharu jenis aquilaria malaccensis, yang bibitnya sedang kusiapkan.
Jarak tanam arenku itu janganlah diikuti, karena sebenarnya itu terlalu rapat. Efeknya adalah akan makin lamanya masa tunggu produksi. Jarak tanam normal aren adalah 5x6 meter. Atau 333 batang perhektar.
 
1417530359500669142
Rudi, salah satu pekerjaku, sedang menanam aren.
Sementara masih bisa dimanfaatkan, sudah kusebar 10.000 batang tangkaran bibit sawit di antara tanaman aren yang masih kecil itu.
Namun, semua itu bukan tanpa pengorbanan. Aku harus mematikan tanaman kelapa sawit yang sudah sepuluh tahun ini kurawat dengan baik, karena lahan itu sebelumnya adalah kebun sawit. Aku tak punya pilihan lain.
Aku mematikan pohon sawit itu dengan cara menginjeksikan herbisida sistemik ke dalam batangnya. Tentu saja dengan mengebor batangnya terlebih dahulu dengan bor listrik. Amma bakdu, 20 cc racun pekat rasanya cukuplah untuk menghantarkan tegakan sawit itu ke peristirahatannya yang terakhir.
1417530843365994652
Mengebor batang sawit
1417531188636046089
Menyuntikkan herbisida ke batang sawit
Karena penasaran untuk melakukan ujicoba, beberapa pohon diantaranya tidak dibor, tetapi dieleminasi dengan cara “akarotoxcid”. 20 cc herbisida dilarutkan ke dalam 200 cc air, lalu disusukan ke 3-4 helai akar pohon kelapa sawit itu.
14175315721873240181
Menyusukan racun ke pohon sawit
Aku tak berharap muluk-muluk. Jika nanti 50% dari 300 pohon arenku disadap tiap harinya, dan satu pohon bisa menghasilkan 1 kg gula aren seharga Rp.20.000, maka akan ada angka 150 x 20.000 = Rp.3.000.000 di kocekku setiap harinya. Dipotong upah penyadap serta biaya lain-lain sebesar Rp.1.000.000, maka masih ada sisa Rp.2.000.000 mengisi pundi-pundiku setiap matahari terbenam, selama minimal 5 tahun, dan kalau aku masih bernyawa.
Dari 200 pohon gaharu, aku juga tak berharap banyak. Sudah cukup lumayan kalau bisa menghasilkan 1 kg gubal dan 5 kg kamedangan untuk setiap pohonnya. Jika kualitas gubal dan kamedangan itu kelas dua saja, maka berarti setidaknya uang sejumlah 200 x 4.000.000 + (200 x 5 x 100.000) = Rp.900.000.000 bisa di tangan dalam masa delapan tahun.
Lha, biaya inokulasinya bagaimana? Tenang, inokulannya bikin sendiri, dan upah bornya harian saja. Paling juga habis biaya 30 HK x 70.000 = Rp.2.100.000. Gak terlalu ngaruh terhadap angka besar sebelumnya, kan?
Aku memang pengkhayal besar. Tetapi khayalanku diikuti dengan usaha yang nyata, dan perhitungan yang masuk akal. Mudah-mudahan berhasil.
Kalau berhasil, maka aku akan dapat pensiun nyaman. Sambil bermain hoverboard. Skateboard yang melayang di atas segala permukaan. Saat ini harganya masih USD 10.000. Dan hanya ada 10 unit di seluruh dunia.
Walah!

Berapa Jarak Tanam Singkong yang Terbaik?

Agrobisnis

Bang

Pilot

Nama asli : Muhammad Isnaini. Tinggal di Batu Bara, Sumut. Pemilik blog : http://bibitsawitkaret.blogspot.com/ . Menulis apa saja yang selengkapnya
Berapa Jarak Tanam Singkong yang Terbaik? HL | 05 December 2014 | 00:42 Dibaca: 419   Komentar 27  Bintang  16
1417715247523421342
Jarak tanam singkong bertajuk sedang
Handphone berdering. Seseorang menelepon dan menanyakan berapa jarak tanam singkong malaysia yang sebenarnya. Ia juga mengatakan bahwa ia telah berkonsultasi dengan teman suaminya, seorang sarjana pertanian, yang mengatakan bahwa jarak tanam singkong jenis itu adalah 40 x 40 cm.
Saya terhenyak dengan kening berkerinyit. Hati saya membatin, “Dari mana pulak sarjana pertanian itu dapat ilmu?….”
Singkat cerita, akhirnya saya persilakan penelepon itu, seorang perempuan, untuk datang langsung dan belajar teknik budi daya singkong di demplot kelompok tani kami, dengan dibimbing oleh seorang petani senior yang spesialisasinya memang di bidang “persingkongan”. Nama tutor itu adalah Pak Warianto. Beliau sudah belajar ilmu singkong sampai ke Lampung, Kalimantan Timur, Malang, dan lain daerah, sebagai petani utusan Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara.
Jarak tanam singkong itu tergantung kepada jenisnya. Karena beberapa jenis singkong tajuk pohonnya lebar, sedang yang lainnya bertajuk sempit. Karena itu, idealnya, saat sudah dewasa, tajuk pohon singkong tidak boleh berhimpitan, tetapi juga tak boleh menyisakan ruang, agar hasil optimal.
Sebagai contoh, singkong malaysia dan singkong kuning yang bertajuk sempit, pohonnya kecil dan rendah, tangkai daunnya pendek serta helai daunnya juga relatif tidak lebar, maka jarak tanam idealnya adalah 80 x 80 cm. Adapun jenis singkong kasesa, singkong tahun, singkong hijau, singkong malang, singkong pulut, singkong trambesi, singkong begog, singkong andira, singkong roti, singkong keling, dan jenis singkong bertajuk sedang lainnya, maka jarak tanam standarnya adalah 100 x 100 cm, atau sistem double row = 80 x 160 cm. Yang terakhir adalah jenis singkong mukibat, singkong gajah dan singkong darul hidayah, dengan jarak tanam yang disarankan adalah 100 x 150 cm.
Kesuburan tanah juga berpengaruh pada jarak tanam ideal. Makin subur tanah, maka makin lebarlah jarak tanam. Pada tanah yang sangat subur, maka jarak tanam singkong malaysia adalah 100 x 100 cm, singkong kasesa dkk adalah 120 x 120 cm, serta singkong gajah dkk menjadi 100 x 200 cm.
Satu pohon hanya disisakan satu batang saja. Bila dalam satu stek tumbuh lebih dari satu tunas atau satu batang, maka tinggalkanlah batang yang paling bagus, buanglah batang yang kurang bagus. Pengurangan tunas atau batang ini biasa disebut penunasan, dilakukan pada saat umur singkong sudah penuh 3 bulan. Namun, sebagian petani menyisakan 2 batang tegakan dalam satu pohon. Ini dilakukan bila perbanyakan stek masih dibutuhkan, atau singkong jenis ini steknya laku dijual.
Bila jarak tanam terlalu rapat, atau jumlah batang tegakan terlalu banyak maka yang terjadi bukanlah banyaknya umbi segar yang didapat, tetapi tegakan pohon yang batangnya kecil tinggi, mudah rebah, dan umbinya kecil lagi sedikit.

Cara Memilih Polybag



Cara Memilih Polybag

Polybag, selanjutnya ditulis polibeg, adalah kantong plastik berlubang-lubang yang biasanya dipakai sebagai wadah media tempat tumbuh bibit tanaman.

Ukuran polibeg sangat variatif. Mulai yang cuma sebesar jari jempol tangan (untuk wadah sosis; bibit tanaman yang masih sangat kecil), sampai yang segede gaban (untuk wadah bibit durian montong yang bahkan sudah berbuah).

Ketebalan plastik polibeg juga ada banyak macam, mulai yang tipisnya setipis kulit ari bawang, sampai yang setebal jaket kulit.

Adapun kualitas plastik polibag, ada tiga kelas. Kelas A, kelas AD dan kelas ST.
Kelas A merupakan yang terbaik, AD yang sedang dan ST yang paling rapuh, biasanya berasal dari plastik daur ulang.

Polibeg kelas A cirinya plastiknya lembut, ketebalan merata, permukaan mulus licin, berkilat, tidak ada bercak-bercak, liat, tidak bau sengak, dan harganya lebih mahal.

Polibeg dari plastik daur ulang cirinya : baunya sengak menyengat, jika diterawang tampak ketebalan tidak rata, bercak-bercak, rapuh, mudah robek, dan harganya murah.

Saat ini harga polibeg di kota Kisaran, Asahan, kualitas A Rp.23.000/kg, kualitas AD Rp.21.500/kg dan yang ST Rp.20.000/kg. Harga berlaku untuk pembelian 1 bal @25 kg.

Nah, sekarang, bagaimanakah kriteria memilih polibek yang baik untuk bibit yang akan kita semaikan?

Jenis polibeg yang baik ditentukan oleh jenis bibit tanaman yang akan disemaikan didalamnya. Misalkan untuk membuat baby sawit, atau bibit sawit kecil daun 3-4 helai, maka yang baik adalah polibeg  ukuran 12x17 cm, ketebalan 0,18 mm-0,20 mm, kelas ST. Baby sawit hanya butuh waktu 3,5 bulan sebelum dipindahkan ke polibeg yang lebih besar, seperti ukuran 30x35 cm atau 35x40 cm.

Ketebalan dan kelas polibag tak perlu yang bagus karena biasanya polibag kelas ST berdaya tahan 7-8 bulan.

Saat dipindahkan ke polibeg besar, pemilihan polibeg kembali berdasarkan kepada lamanya waktu bibit akan ditanam. Jika misalnya direncanakan bibit sawit itu akan ditanam pada umur 1 tahun atau lebih, maka pakailah polibeg kelas A, ukuran 35x40 cm. Jika pada umur antara 8-11 bulan, maka pilihan kelas AD dengan ukuran 30x35 cm adalah yang paling proporsional.

Itu tadi adalah polibeg untuk bibit tanaman berakar serabut. Bagaimana dengan polibeg untuk bibit tanaman berakar tunggang?

Kita ambil permisalan bibit karet alias para alias rambung. Bila direncanakan bibit karet akan ditanam saat payung satu atau payung dua, maka pakailah polibag kelas A ukuran 17x25 cm. Namun bila akan ditanam pada fase payung 3 atau lebih, maka polibag kelas A ukuran 17x30 adalah pilihan yang baik.

Pohon karet rawan tumbang terkena angin, terutama yang varietas GT. Karenanya, usahakan agar akar tunggangnya tidak sudah putus terlalu banyak saat ditanam ke lapangan. Putusnya akar tunggang terjadi karena akar sudah menembus polibeg bagian bawah.

Selain ukuran panjangnya atau tingginya, pemilihan polibeg juga harus memperhatikan ukuran lebarnya. Polibeg nantinya akan disusun rapat, sehingga jika ukuran lebar terlalu sempit, maka bibit tanaman akan tumbuh kurus menjulang tinggi, tak sedap dipandang mata, akibat ruang tumbuh yang terlalu sesak.

Polibeg itu pada dasarnya, semakin besar semakin baik. Tetapi harus juga diperhitungkan luasan lahan penangkaran bibit, serta pengangkutan.

Sebagai contoh, bibit sawit umur setahun dalam polibeg ukuran 35x40 cm (berat rerata 14 kg) hanya muat 425 batang jika diangkut dengan truk Colt Diesel roda enam standart  atau yang sejenis. Jika polibegnya ukuran 30x35 cm (berat rerata 7,5 kg), maka bisa dimuat sampai 800 batang. Untuk pengangkutan jarak jauh, selisih angka banyaknya muatan itu sudah sangat berpengaruh terhadap ongkos angkut perbatang.

***
Foto nyomot punya saranalestari.com


 

Cara Membuat Media Semai Jamur



Cara Membuat Media Semai Jamur

Ada dua macam media semai jamur yang kami ketahui, yakni PDA (potato dextrose agar) dan BLA (banana leaf agar).

Tulisan ini hanya akan membahas masalah cara membuat PDA, sebagai media semai jamur yang paling banyak dipakai.

PDA dapat digunakan sebagai media semai  hampir semua jenis spora jamur, mulai jamur tiram, jamur merang, jamur ling zhi, sampai jenis jamur yang tak kasat mata semisal fusarium sp. atau aspergillus. Fusarium sp. dan aspergillus niger banyak dipakai sebagai bahan inokulan pemicu terbentuknya gubal pada tanaman gaharu jenis aquilaria malaccensis dan kerabat-kerabatnya.

Sebagai catatan, PDA bukanlah sebagai media tanam jamur, tetapi hanya sebagai media semai starter sampai spora tumbuh menjadi miselium atau benang-benang calon batang tubuh jamur. Adapun media tanam bagi jamur tiram, jamur merang, jamur kuping, jamur ling zhi dan berbagai jenis jamur pangan lainnya adalah baglog. Baglog berbentuk balok bulat yang terbuat dari serbuk gergajian kayu, dedak, tepung jagung, air, gula, dan beberapa bahan lainnya. Cara membuat baglog akan kami bahas terpisah.

Membuat PDA tidaklah sulit. Sediakan bahan-bahannya berupa

  1. 200 gram kentang yang bagus dengan sesedikit mungkin bintik-bintik hitam dikulitnya.
  2. 1 liter aquadest, beli di apotik, atau air minum botolan kualitas bagus.
  3. 20 gram dextrose, beli di toko kimia atau toko bahan kue. Jika tidak ada, gunakanlah gula pasir yang sudah dijemur kering.
  4. 20 gram tepung rumput laut/agar-agar. Banyak dijual di warung-warung, semisal merk Swallow. atau merk Sriti. Merk yang pertama lebih baik.

Cara membuat :

Cuci kentang, tak perlu dikupas. Potong dadu kecil-kecil atau iris tipis seperti keripik. Rebus dengan aquadest atau aqua tadi. Biarkan mendidih 15 menit. Saring/pisahkan dari padatan kentangnya. Kentang ini bisa dibikin panganan yang disukai.

Takar larutan ini, jika kurang dari 1 liter, maka tambahkan aqua hingga pas jadi 1 liter. Campurkan dextrose dan agar-agar. Aduk sampai rata. Saat masih panas, masukkan ke dalam botol gepeng bekas wiski yang sudah dicuci dan disterilkan dengan cara dikukus. Isi 1/3 kapasitas botol saja, hingga saat diletakkan miring, larutan tidak tumpah.

Tutup botol dengan sumbat gabus atau lainnya, yang sudah disterilkan juga. Letakkan dalam posisi miring/tidur. Biarkan hingga mendingin sendiri.

Nah, PDA sudah jadi. Tinggal mengunakannya. PDA banyak digunakan di laboratorium kesehatan dan laboratorium pertanian, di kumbung rumah jamur, sampai di raung kedap kuman milik produsen inokulan gaharu.

Cara Mudah Mengatasi Jamur Fusarium Sp.





Mahkluk halus satu ini memang tak bisa terlihat dengan mata telanjang. Namun kelakuan bejadnya sungguh bisa membuat para petani pusing tujuh putaran. Betapa tidak, jamur jenis ini punya seabrek kemampuan bertahan hidup dan kemampuan merusak yang tak bisa dipandang sebelah mata. 

Sebagai contoh, spora jamur fusarium sp. bisa bertahan selama dua tahun tanpa air. Bisa juga terbang bersama angin melintasi selat bahkan samudera, hingga ia dengan mudah menyebar dari Alaska hingga tengah-tengah gurun Gobi.

Selain itu, bila tanaman sudah terserang fungi ini, kebanyakan fungisida akan tak berdaya. Jangan dikata fungisida alami, fungisida berbahan aktif racun keras saja pun sering dibuat tak berdaya. Deretan merk seram fungisida semisal Dithane45, Bayleton, sampai Benlate yang dipuji-puji para ahli pertanian pun tak jarang keok jika berhadapan dengan jamur sakti ini.

Hebatnya, fusarium sp. dapat melakukan infiltrasi ke dalam kehidupan tanaman bukan hanya melalui akar, tapi juga bisa masuk menyerang dari batang dan daun. Masa inkubasinya yang lumayan lama, menyebabkan gejala baru kelihatan saat penyakit sudah pada stadium akut.  Dan kalau sudah begini, saya cuma bisa geleng-geleng kepala.

Hebatnya lagi, fusarium sp. ini biasa menyerang tanaman mulai dari persemaian benih hingga tanaman keras yang sudah berumur puluhan tahun. Dan, hampir semua jenis tanaman bisa terjangkit penyakit olehnya. Sebut saja kelapa sawit, karet, aren, gaharu, asam gelugur, singkong, kentang, cabai, manggis, jeruk-jerukan, ubi jalar dll...dll.

Lalu, apa yang bisa dilakukan? Jawabnya : pencegahan.

Bagaimana cara mencegahnya?

Antara lain dengan aplikasi dolomite.

Pupuk tinggi magnesium berbahan baku batu kapur ini memang tak disukai oleh jamur apapun. Aplikasikanlah dolomite pada lahan yang diduga ada menyimpan potensi jamur ini paling tidak 15 hari sebelum penanaman. Dolomite bisa ditabur sebelum atau sesudah pengolahan tanah. Dolomite juga bisa dicampurkan kedalam air siraman.

Selain membantu mencegah serangan jamur, dolomite juga berfungsi untuk menetralkan PH tanah yang terlalu asam. Semakin asam tanah, maka dibutuhkan dolomite yang makin banyak. Secara umum, dibutuhkan 2-3 ton dolomite untuk menaikkan PH tanah seluas 1 hektare sebanyak 1 angka. Misalnya, tanah satu hektar ber PH 4,5 akan naik menjadi PH 5,5 setelah diaplikasikan dolomit sebanyak 3 ton.

Dolomite juga membantu memperbaiki unsur hara tanah, serta memulihkan tanah yang sudah teracuni aluminium, nitrogen, amonium atau kalsium akibat seringnya penggunaan pupuk kimia.


Tips : sebaiknya pakai super dolomite yang butirannya paling halus dengan tingkat kelarutan dalam air 95% atau lebih. Dolomite yang begini harganya di tingkat pengecer di kawasan kabupaten Batu Bara, Sumut : Rp.45.000/sak @50kg.

Penambahan bubuk belerang (sulphur) akan baik sekali untuk memerangi jamur yang merugikan. Sebenarnya, sulphur juga terdapat di dalam pupuk ZA, sekitar 21%. Karena itu, pertimbangkanlah untuk mengganti aplikasi pupuk urea dengan pupuk ZA.

Sabtu, 29 November 2014

Awas, Ada Rafaksi!

Kebanyakan petani singkong alias ubi kayu, sudah mengenal istilah rafaksi ini.
Rafaksi adalah sesuatu yang dibenci oleh petani singkong.

Betapa tidak, hasil panen umbi segar yang beratnya 10 ton, namun yang dibayar hanya 9 ton. Lha, yang 1 ton lagi, kemana? Ya dipotong oleh pihak pabrik tapioca, dengan alasan sebagai potongan tanah yang terikut, potongan kadar air, umbi yang mulai membusuk, kayu yang terikut, dll.
Besaran rafaksi itu tidak tentu besarannya. Antara 5% sd. 20%. Biasanya, singkong yang bisa dimakan rafaksinya lebih kecil, sedangkan singkong beracun rafaksinya lebih besar. Sebagai contoh, sebagian pihak pabrik tapioca mengenakan rafaksi 6% pada singkong gajah, singkong malaysia dan singkong tahun, 10% pada singkong kasesa dan singkong mekarmanik, dan 20% pada singkong thailand. Namun, beda pabrik beda juga besaran rafaksi. Di Sumut, tidak ada pabrikan yang mengenakan rafaksi lebih dari 10%, karena di sini pabrik tapioca terbilang cukup banyak, hingga persaingan untuk mendapatkan bahan baku lumayan sengit.

Selain jenis singkongnya, waktu panen juga berpengaruh kepada besaran rafaksi. Panenan di musim hujan akan dipotong lebih banyak dibanding panenan di musim kemarau.

Hal ini sangat penting untuk diperhatikan oleh mereka yang baru akan memulai membudidayakan singkong. Misalnya, jangan terbuai oleh kata “thailand”, tetapi ujung-ujungnya timbangan umbi segar kita dipotong secara sadis oleh pihak pabrikan. Memilih jenis singkong yang tepat bisa membantu mengurangi besaran rafaksi, yang pada akhirnya akan menambah keuntungan bagi petani. 

Jika di daerah Anda pihak pabrik tapioca terlalu banyak menerapkan rafaksi, maka dapat dipertimbangkan untuk mencari atau membuat jalur pemasaran lain. Misalnya dengan menjualnya ke pabrik keripik singkong, atau malah mengolah singkong segar Anda menjadi tepung ubi alias modification cassava flour alias mocaf.
Saat ini pangsa pasar mocaf masih terbuka luas, dan margin keuntungannya juga lumayan besar. Perhitungan secara kasar, 3 kg umbi segar seharga Rp.2.400 akan menghasilkan 1 kg mocaf seharga Rp.5.000. *Harga-harga adalah pada partai besar.

Membuat mocaf juga cukup mudah dan modal usahanya terbilang kecil.
Proses pembuatan mocaf ada 2 cara, dengan bio enzim dan tanpa bio enzim. Ulasannya sudah kami tulis sebelumnya. Silahkan disimak jika berminat. 

Dan, tulisan saya itu, juga semua tulisan saya yang lainnya,  boleh dicopas, diplagiat, diakui sebagai tulisan orang lain, dicetak atau diperjual belikan secara bebas.

Ayo bangkit petani Indonesia, dan mari berwirausaha!

Minggu, 23 November 2014

Penyakit pada Pembibitan Gaharu




Tanaman gaharu dapat diperbanyak dengan dua cara, generatif dan vegetatif.

Perbanyakan dengan generatif ada dua cara, perbanyakan dengan menyemai biji dan perbanyakan dengan cabutan anak gaharu yang tumbuh di bawah induknya.

Perbanyakan dengan biji ada dua cara, biji dikecambahkan dulu dan biji langsung disemai di bedengan semai.

Cara dikecambahkan dulu : balut biji dengan kain tipis dua lapis, rendam selama 1 jam, angkat lalu letakkan di dalam irik/wadah berlubang-lubang. Taruh di tempat teduh. Semprot dengan air jika kain kelihatan mulai mengering. Jaga kelembaban, jangan terlalu basah atau kering. Dengan cara ini, biasanya biji sudah mulai berkecambah pada hari ke5.

Jika biji sebagian besar sudah jadi kecambah, maka taburkanlah secara hati-hati ke bedengan beratap yang sudah disiapkan, lalu tutupi dengan taburan pasir setebal 2 cm. Siram secukupnya. Di atasnya tutupi dengan jerami atau daun ilalang. Bila perlu, semprotkan fungisida di atas pasir tadi, sebelum ditutupi jerami. Di atas jerami bisa juga disemprotkan insektisida untuk mencegah serangan semut dan penggerek biji.

Angkat jerami jika bibit sudah nampak tumbuh menembus pasir. Pindahkan ke polibag saat sudah berdaun 4 helai.

Perbanyakan dengan cabutan ini ada dua cara, tanpa tanah dan dengan sedikit tanah. Anak gaharu yang telah berdaun minimal 4 helai dicongkel dengan cara mengikutkan sedikit tanah di sekelilingnya. Cara ini disebut dengan puteran.

Cara puteran ini ada dua cara, cara pertama, anak gaharu dicongkel berikut sedikit tanah di sekelilingnya, lalu langsung dimasukkan ke dalam polibag yang telah berisi setengah tanah isi, kemudian ditambahi tanah lagi secukupnya. Cara kedua, bibit hasil puteran dibungkus plastic lalu diikat dengan karet gelang dan dibawa ke tempat dimana ia akan dimasukkan ke dalam polibag.  Usahakan agar tanah puteran tidak pecah sepanjang perjalanan.

Ada pun penanganan cabutan anak gaharu cara tanpa tanah, ada dua cara. Cara dengan memakai ZPT dan tanpa ZPT (zat pengatur tumbuh/perangsang akar).

ZPT yang paling sering dipakai ada dua, Rooton F dan Atonik. 

Cara menggunakan ZPT ada dua, cara rendam dan cara semprot. Cara rendam biasanya diaplikasikan jika ZPT yang dipakai adalah Atonik, sedang cara semprot bila menggunakan Rotton F.

Cara rendam : larutkan 2 cc ZPT Atonik ke dalam 1 liter air, lalu rendamkan akar anak gaharu selama 1-2 jam. Selanjutnya tanamlah cabutan anak gaharu tadi ke dalam polibag dengan media tanam campuran tanah humus, pasir  dan pupuk kandang matang dengan perbandingan 1:1:1.

Cara semprot : larutkan 2 gram Rooton F ke dalam 1000 cc air, lalu semprotkan ke seluruh akar anakan gaharu. Biarkan 2 jam. Lalu tanam.

(menurut pengalaman kami, penggunaan ZPT berpengaruh tidak nyata terhadap persentase pertumbuhan bibit).

Cara penanganan cabutan anak gaharu tanpa ZPT ada dua cara.

Cara pertama, congkel anak gaharu, ikat per 20 batang, masukkan ke dalam plastic gula ukuran 2 kg, lalu semprotkan air sampai basah seluruh bagiannya. Begitu seterusnya sampai plastic penuh, lalu ikat ujung plastic agar kedap udara, dan bawa ke tempat penanaman/penyemaian dalam polibag.

Cara kedua congkel anak gaharu, lalu masukan ke dalam Tupperware yang sudah diisi air hingga seluruh akar tenggelam. Susun anak gaharu dalam posisi berdiri. Jika sudah cukup, tutup wadah lalu bawa ke tempat penyemaian.

Cara tanpa tanah ini hanya bisa dilakukan pada musim penghujan dan waktunya adalah sore hari.

Cara menempatkan polibag gaharu cabutan ada dua cara, dengan sungkup dan tanpa sungkup.

Jika dengan sungkup, maka hal ini sama dengan menggunakan rumah kaca/rumah plastic atau istilah kerennya green house. Dengan cara ini, persemaian cukup disiram 2 hari sekali pada sore hari.

Ada pun cara tanpa sungkup, maka persemaian harus dibuatkan para-para/peneduh. Tiang peneduh bisa dari kayu atau bambu. Tingginya sedikit lebih tinggi dari pada tinggi tubuh manusia yang merawat persemaian itu. Buat para-para menghadap ke timur. Aturlah agar cahaya matahari hanya masuk sampai dengan jam 9 pagi. Atap sebaiknya terbuat dari pelepah daun kelapa atau kelapa sawit. Susun pelepah hingga cahaya masuk dari atas 0%. Nanti setelah daun perlahan mengering, pencahayaan akan bertambah dengan sendirinya.
Dengan cara tanpa green house ini, penyiraman dilakukan 3 kali sehari, jam 10 pagi, jam 1 siang dan jam 4 sore. Penyiraman itu adalah penyiraman sekedar untuk membasahi daun saja. Ada pun penyiraman yang banyak, tetap 2 hari sekali.

Satu hal yang perlu dicatat, siram bilas bibit setiap habis hujan, apalagi hujannya cuma sedikit atau sebentar.  

Penyakit bibit gaharu pada dasarnya cuma satu. Penyakit bercak daun yang disebabkan oleh beberapa jenis jamur. Umumnya jamur golongan fusarium dan aspergillus. Pemicunya adalah kelembaban udara, tanah atau pun bibit itu sendiri.

Karena itulah, bibit gaharu harus dilindungi dari jamur dengan baik. Aplikasi fungisida natural atau kimia sangat dibutuhkan, terutama bila pembibitan tanpa green house. 

Penyakit hawar daun atau bercak daun ini bisa sangat berbahaya, kadang sampai 90% bibit mati karena penyakit ini.

Karena itu, kami menggunakan 3 jenis fungisida untuk mengendalikan hawar daun. Masing-masing dengan bahan aktif berbeda. Merk Dithane45, Bayleton dan Benlate. Aplikasi seling dengan interval 4 hari. Jika serangan tidak menurun setalah 6 kali aplikasi, maka pakailah Score 250EC. Fungisida terakhir ini cukup efektif, namun akan mempengaruhi pertumbuhan bibit. Bibit akan menjadi lambat besarnya. Ini karena Score 250EC termasuk fungisida golongan azole. Yakni fungisida yang mengandung hormon penghenti pertumbuhan vegetatif dan pemicu pertumbuhan generatif. Galibnya fungisida golongan azole dipakai pada tanaman padi yang sudah bunting.

Selain menyerang bibit gaharu, penyakit hawar daun juga rentan menyerang bibit asam gelugur, aren, manggis, bibit sawit dll.

Pemisahan bibit yang terserang dengan bibit sehat sangat dianjurkan. Bibit yang mati sebaiknya dimusnahkan dengan cara dibakar. 

foto : bibit gaharu TGM.


Jumat, 07 November 2014

AREN EMAS UNTUK KESEJAHTERAAN

Sekarang saatnya saya sampaikan rahasia menjadi milyader dalam waktu delapan atau sembilan tahun. Ini adalah bisnis pertanian jangka panjang yang fokusnya adalah menanam aren. Ya menanam aren untuk kesejahteraan. Mengapa aren? Berikut rahasianya.

Aren ( arenga pinnata) sesungguhnya adalah pohon emas, yang jika dibudidayakan secara benar akan mengubah nasib bangsa Indonesia. Aren akan mampu meningkatkan kesejahteraan petani dengan berbagai produk yang dihasilkan, mulai dari gula hingga bioethanol. Aren juga mampu menjadi alternative penghasil  energi terbarukan di masa depan.

Satu hektar kebun aren dapat ditanam 333-400 pohon, dengan jarak tanam 5x6 atau 5x5 meter. Katakanlah yang berproduksi dalam satu waktu  200 pohon saja, dan satu pohon meneteskan 10 liter nira, maka dihasilkan 2.000 liter nira perhari. 2.000 liter nira yang dimasak akan menjadi gula aren sebanyak 250 kg. Harga jual gula aren saat ini adalah Rp.20.000/kg. Ini setara dengan uang Rp.5 juta perhari, atau 150 juta perbulan atau Rp 1,8 milyar pertahun, dimulai pada tahun kesembilan. Begitu seterusnya sampai masa produksi aren hingga sekitar usia 15 tahun. Artinya, ada uang sebesar 1,8 M x 7 tahun = Rp.12,6 M/periode tanam selama 15 tahun. Dikurangi biaya investasi dan biaya pekerja serta modal lain-lain sebesar 40%, maka akan ada sisa penghasilan bersih sebesar Rp.7,56 M.

Rp.7,56 M : 15 tahun : 365 hari = Rp.1.380.000 penghasilan bersih perhari dari hasil satu hektar kebun aren yang dibudidayakan secara baik dan intensif.  

Dengan demikian aren sangat menjanjikan untuk menciptakan kesejahteraan rakyat dan negara.

Sekarang tidak perlu berhektar-hektar. Mulai saja dari yang kecil, katakanlah 20 pohon setiap orang. Dalam waktu tujuh atau delapan tahun, ada 10 pohon yang produksi 100 liter perhari maka dapat dihasilkan 300 ribu perhari dari jual nira Rp 3.000 perliter. Kalau dibuat gula dapat menghasilkan 14 kg, kalau sekilogram gula dijual Rp 20.000 maka dapat duit Rp.280.000 . Ini penghasilan perhari dari 10 pohon aren saja!

Bibit aren
Menanam pohon Aren sesungguhnya tidak membutuhkan kondisi tanah yang khusus (Hatta-Sunanto, 1982) sehingga dapat tumbuh pada tanah-tanah liat, berlumur dan berpasir, tetapi aren tidak tahan pada tanah yang kadar asamnya tinggi (pH tanah terlalu asam). Aren dapat tumbuh pada ketinggian 5 – 1.400 meter di atas permukaan laut. Namun yang paling baik pertumbuhannya pada ketinggian 500 – 800 meter di atas permukaan laut dengan curah hujan lebih dari 1.200 mm setahun atau pada iklim sedang dan basah.
Batang pohon Aren yang baik harus besar dengan pelepah daun yg rimbun Sampai saat ini tanaman Aren yang tumbuh dilapangan dikategorikan dalam 2 aksesi yaitu Aren Genjah (pohon agak kecil dan pendek) dengan potensi produksi nira antara 10 -15 liter/tandan/hari, dan Aren Dalam (pohon besar dan tinggi) dengan potensi produksi nira 20 – 30 liter/tandan/hari. Untuk pohon induk dianjurkan adalah aksesi Dalam.

Isyarat Sunan Bonang
Revolusi aren menjadi emas merahnya rakyat, sesungguhnya telah diisyaratkan oleh Sunan Bonang, salah seorang Walisongo yang hidup pada tahun 1465 – 1525 M di Tuban Jawa Timur. Dalam sebuah legenda, Sunan Bonang hendak dirampok oleh Lokajaya (belakangan berubah menjadi Sunan Kalijaga). Sunan Bonang hanya berkata “ambil saja itu emas bergelantungan” sambil menunjuk buah kolang kaling yang bersinar warna keemasan.

Selama ini tidak ada orang yang mampu menafsirkan apa makna emas dari kolang-kaling aren itu. Selama ini pohon aren hanya diambil kolang-kalingnya pada bulan ramadhan. Ijuknya untuk tali dan atap rumah, batangnya untuk dibuat tepung, dsb.

Baru setelah lima ratus tahun berlalu, para ahli mampu menguak misteri emas kolang kaling aren ini, yakni dari kandungan nira aren itu.

Itulah sebabnya, Ketua Umum HKTI Prabowo Subianto, akan segera mengembangkan bioetanol dalam skala industri, untuk mengatasi krisis energi yang 18 tahun lagi minyak bumi kita akan habis.
Selaku Capres beberapa waktu lalu, Prabowo juga berjanji akan membuka 4 juta hektar kebun aren untuk mengatasi energi, dan yang juga akan menyerap tenaga kerja 24 juta orang. Namun sayang, Prabowo gagal melaju sebagai presiden NKRI yang ke 7, hingga program-program beliau menjadi sulit untuk diwujudkan.

GERTAK 2015
Persoalannya sekarang adalah sosialisasi soal 'emas merah'nya aren masih terbatas sehingga belum mampu menggerakkan petani ataupun pemilik tanah untuk menanam aren. Kedua, masih jarang petani yang membudidayakan bibit sehingga untuk melakukan revolusi aren tidak dapat cepat. Kalaupun ada yang membudidayakan bibit, harganya lumayan mahal. Satu benih kualitas “aren dalam” harganya Rp10 ribu (produksi nira mencapai 20 hingga 30 liter/hari/pohon). Ketiga, dukungan pemerintah juga kurang sehingga gerakan menanam aren mengalami hambatan.

Atas dasar inilah, ada sebuah LSM bernama Komunitas Masyarakat Desa Mandiri (KMDM) sebagai lembaga swadaya masyarakat yang berpusat di Jakarta dan memiliki cabang di Banjarnegara, Kebumen dan Purbalingga, bermaksud menggerakkan warga menanam Aren. Satu desa, minimal ada 40 orang warga menanam Aren di kebunnya, masing-masing menanam sebanyak 20 pohon.

Target utama gerakan ini adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat petani aren. Petani akan mendapatkan nilai tambah aren untuk kesejahteraan setidaknya setiap bulan akan menghasilkan tambahan pendapatan Rp5 juta hingga Rp 6 juta perbulan dari 10 – 20 pohon aren.

Inilah yang dinamakan sebagai Gerakan Tanam Aren Untuk Kesejahteraan (Gertak 2015), yakni sebuah ikhtiar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa pada tahun 2015, bersamaan dengan target MDGs yang berusaha mengakhiri setengah kemiskinan dunia pada tahun 2015.

Tak perlu khawatir
Jadi untuk kekhawatiran seperti dikatakan Sonik Jatmiko dari Purwokerto, program agribisnis jangka panjang sering ditinggalkan pengurusnya, tidak akan terjadi di sini. Mengapa? Karena ide dasarnya dari masyarakat sendiri. Masyarakat yang perlu meningkat kesejahteraannya, sehingga mereka mau menanam untuk anak cucunya sendiri. Kalaupun tidak ada pabrik gula atau pabrik bio etanol didirikan, mereka secara tradisional dapat membuat gula aren dan gula semut, atau gula aren cair. Mantaf sekali, bukan? MARI BERGABUNG BERSAMA GERTAK 2015, KALAU TIDAK KITA YANG AKAN DIGERTAK OLEH BANGSA LAIN!

Pohon aren yang siap disadap niranya menjadi emas …


*** 

Bila ada yang butuh bibit aren, bisa lihat katalog lengkap produk bibit tanaman kami di :
http://bibitsawitkaret.blogspot.com ini atau hub. HP/WA.0813 7000 8997 dengan Mhd.Isnaini. Harga bibit aren : Rp.1.500/kecambah. Yang siap tanam Rp.4.000/pokok. Varietas dalam dan varietas genjah.  Lokasi di Petatal, Lima Puluh, Batu Bara, Sumut.

Aren Sebagai Solusi Krisis Energi

Program bagi-bagi uang yang digagas pemerintah sekarang tidak akan menyelesaikan masalah. Habis uang, kemiskinan tetap akan ada. Di sisi lain kita punya hutan yang menjadi paru-paru dunia, yang harus kita selamatkan. Untuk mengatasi tantangan tersebut, kami menawarkan gagasan pengembangan budi daya aren di Indonesia. Pohon Aren ini adalah sumber energi yang sangat menjanjikan. Aren ini dapat menghasilkan bermacam produk, yang ujungnya dapat dijadikan bahan bakar, etanol. Hebatnya, Pohon ini akan lebih bagus pertumbuhannya jika ditanam diantara pohon-pohon yang lain. Selain itu juga aren ini bisa menahan erosi, menambah subur tanah, mengendapkan air lebih banyak, dan menghasilkan bio etanol.
Aren merupakan tanaman yang sudah lama dimanfaatkan oleh penduduk Indonesia dengan produk utama berupa gula merah. Aren memiliki berbagai nama seperti nau, hanau, peluluk, biluluk, kabung, juk atau ijuk (aneka nama lokal di Sumatra dan (Semenanjung Malaya); kawung, taren (Sd.); akol, akel, akere, inru, indu (bahasa-bahasa di Sulawesi); moka, moke, tuwa, tuwak (di Nusa Tenggara), dan lain-lain.
Aren dapat tumbuh di daerah tropis dengan baik, namun hingga saat ini pengembangan potensi Aren di Indonesia masih sangat minim, hal ini ditunjukkan dengan minimnya teknologi pengolahan Aren, minimnya lahan Aren, produk turunan yang belum berkembang dan belum banyaknya pengelolaan Aren secara Industri di Indonesia.
Nira aren di beberapa daerah selain sebagai bahan pemanis, melalui proses fermentasi, Nira diubah menjadi minuman beralkohol yang dikenal dengan nama tuak. Alkohol yang dihasilkan secara ilmiah dikenal dengan nama Etanol (Bioetanol), Nira dapat diubah menjadi bioetanol dengan bantuan fermentasi oleh bakteri ragi (Saccharomyces cereviseae) dimana kandungan gula (sukrosa) pada nira dikonversi menjadi glukosa kemudian menjadi etanol.
Nira Aren memiliki kelebihan dibandingkan dengan bahan baku bioetanol lainnya seperti singkong dan jagung (tanaman penghasil pati) dikarenakan tahap yang dilakukan cukup satu tahap saja yaitu tahap fermentasi, sedangkan bioetanol yang berasal dari tumbuhan berpati memerlukan tahap hidrolisis ringan (sakarifikasi) untuk merubah polimer pati menjadi gula sederhana.
Aren memiliki kelebihan dibandingkan dengan tebu, dimana pohon aren lebih produktif menghasilkan nira dibandingkan dengan tebu dimana produktivitasnya bisa 4-8 kali dibandingkan tebu dan rendemen gulanya 12%, sedangkan tebu rata-rata hanya 7% .
Rata-rata produksi nira aren ialah sebesar 10 liter nira/hari/pohon bahkan pada masa suburnya untuk beberapa jenis pohon Aren (Aren Genjah) satu pohon perhari dapat menghasilkan nira aren sebesar 40 liter, dengan kalkulasi sederhana jika dalam satu hektar dapat tumbuh 200 pohon Aren dan tiap harinya disadap 100 pohon maka dalam satu hari dapat menghasilkan nira aren sebesar 1000 liter/ha/hari dengan rule of thumb konversi glukosa menjadi ethanol sebesar 0,51 g ethanol/g glukosa maka dalam satu hari bioethanol perhektar yang dapat diperoleh ialah 500 liter/hari.
Dari segi penumbuhan tanaman aren tidak tidak membutuhkan pupuk untuk tumbuh sehingga Aren dapat bebas dari pestisida dan lebih ramah lingkungan, selain itu Aren dapat ditanam di daerah lereng atau perbukitan serta tahan penyakit sehingga dibandingkan dengan Tebu pengelolaan Aren jauh lebih mudah. Tanaman aren juga lebih efektif jika ditanam secara tumpang sari. Dengan metode penanaman tersebut, petani aren juga dapat menikmati penghasilan tambahan dari tanaman tumpang sari lainnya. Tumpang sari juga bisa dimanfaatkan untuk melakukan konservasi terhadap berbagai jenis tumbuhan di hutan Indonesia.
Bahan Bakar Nabati yang dihasilkan aren seperti kita ketahui merupakan bahan bakar yang ramah lingkungan, hal ini disebabkan emisi yang dikeluarkan khususnya emisi karbon sangatlah rendah, sehingga secara langsung dapat menjaga lingkungan sekitar pengguna bahan bakar dan secara tidak langsung dapat mengurangi efek dari pemanasan global (Perubahan iklim).
Selain itu pohon Aren merupakan pohon berdaun hijau, sehingga dengan menanam Aren, kita ikut serta dalam menumbuhkan paru-paru dunia dan mengurangi atau mencegah pemanasan global akibat emisi gas CO2 yang dihasilkan oleh aktivitas di bumi melalui proses fotosintesis. Dengan kondisi lingkungan yang semakin baik, kita dapat menyediakan masa depan lebih baik bagi anak-anak kita.
Pengembangan aren juga dapat menimbulkan multiplier effect dalam hal penyerapan tenaga kerja. Satu hektare perkebunan aren akan menyerap tenaga kerja sebanyak 6 orang. Jika kita membuka 4 juta Hektare perkebunan aren, maka kita dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi 24 juta orang. Belum lagi jika jumlah tersebut ditambah dengan tenaga kerja yang dibutuhkan pada industri pengolahan hingga ke pemasaran. Dengan terbukanya lapangan kerja, para ayah akan mampu menafkahi keluarga dan menyekolahkan anak-anaknya.

 Sumber: http://perubahanuntukrakyat.com/2009/03/11/potensi-pengembangan-pohon-aren-di-indonesia-solusi-permasalahan-kemandirian-energi-dan-lingkungan/

Kamis, 30 Oktober 2014

Photo-photo Admin Blog Ini, Muhammad Isnaini alias Bang Pilot



















Bukan Pak Haji, cuma kepingin saja.




































                                               
Lagi istirahat di kebun.


                                                 















Kondangan.

                                                 















 Mikir berat gimana caranya agar bangsa Indonesia bisa cepat sejahtera.


















Di gubernuran Babel.
Jadi pembicara masalah pengembangan aren.

















Anakku, Aulia Rahman sedang menyiram tanaman aren yang berpenaung tanaman singkong.


















Bersama putri kecilku, Sahrish Khan Ramdhana.

Senin, 27 Oktober 2014

Penyakit-Penyakit pada Pohon Aren


Penyakit-Penyakit pada Pohon Aren

Sedikit sekali literature atau pun artikel yang membahas tentang penyakit aren. Hal ini dapat dimaklumi, karena penyakit aren memang sedikit dan jarang ditemukan.

Namun bukan berarti penyakit yang menyerang pohon aren itu tidak ada.

Setidaknya ada dua jenis penyakit aren yang telah kami identifikasi.

1.Penyakit bercak daun/haear daun.
Penyakit ini umumnya menyerang aren usia muda atau bibit aren. Penyebabnya adalah jamur Pestalotia sp., fusarium sp. dan helmiaphosporus sp. Penyakit ini menyebabkan daun aren menjadi bercak kuning lalu kecoklatan. Pada serangan yang ganas, pohon aren muda bisa mati karenanya. Serangan umumnya terjadi di musim hujan, dimana daun yang basah dan udara yang lembab memicu pertumbuhan jamur alias cendawan alias fungi yang bersifat patogen atau merugikan.

Untuk pencegahan dan pengendalian penyakit bercak daun ini, dapat diaplikasikan semprotan fungisida (anti jamur). Kami menggunakan fungisida merk Bayleton, Dithane45 dan Benlate.

Ketiga fungisida di atas memiliki zat aktif berbeda. Karenanya, untuk pencegahan, aplikasi dilakukan seminggu sekali. Artinya, minggu pertama gunakan Bayleton, minggu kedua pakai Benlate dan minggu ketiga semprotkan larutan Dithane45. Boleh juga menggunakan merk lain. 

Jika serangan sudah berat, hujan sering turun dan pembibitan tidak beratap tembus cahaya (green house), maka interval penyemprotan dilakukan 3 hari sekali. Tentu saja larutan perlu ditambahkan perekat/perata, yang banyak dijual di toko pertanian.

Bisa juga mengunakan fungisida tunggal semacam Score 250EC, namun sebagai fungisida golongan azole, Score 250EC akan memberikan efek perlambatan pertumbuhan.  Pengalaman menunjukan pengunaan Score 250EC ini memang lebih ampuh untuk mengatasi penyakit akibat jamur..

Ada pun bibit yang sudah tak terselamatkan, maka harus dimusnahkan dengan cara dibakar (eradikasi).

2.Penyakit mati bujang.
Penyakit ini menyerang pohon aren pada usia 4-6 tahun, atau beberapa waktu sebelum aren mulai berproduksi.

Daun aren mulai menguning mulai dari pelepah terbawah, lalu menguning seluruhnya, mencoklat seluruhnya dan akhirnya pohon pun mati.

Menurut pengamatan kami, persentase serangan penyakit mati bujang ini adalah sekitar 1-3% dari populasi.

Penyebabnya adalah jamur upas atau Upasia salmonicolor dan jamur akar putih Rigidoporus lignosus.  Jamur akar putih menyerang bagian perakaran pohon aren, sedangkan jupas menyerang batang bawah pohon aren. Pencegahannya adalah dengan aplikasi Dolomit, atau Dotani atau pupuk abu atau tanah kapur.  Taburkan Dolomit 10 kg/pohon setiap tahunnya. Harga Dolomit sendiri di Kabupaten Batu Bara, Sumut adalah Rp.500/kg atau Rp.25.000/zak @50 kg.

Pada serangan awal, pengendalian masih bisa dilakukan dengan aplikasi Bubur Bordo atau dengan fungisida yang mengandung unsur tembaga (cuprum) seperti merk Kocide dan Nordox.

Cara paling efektif adalah dengan mengunakan sistim infus/injeksi fungisida cair nan bersifat sistemik dan  berspektrum luas. Lubangi batang aren dengan bor diameter 8 mm sedalam 15-20 cm. Suntikan 40 cc fungisida. Tutup lubang dengan tanah liat. 

Pada fase serangan menengah dan stadium akhir, sebaiknya lakukan eradikasi.

Demikian kami paparkan, semoga bermanfaat.
           

Panduan Seleksi Bibit Sawit



Panduan seleksi kecambah sawit telah kami tuliskan sebelumnya, dan kini kami ulaskan tentang panduan seleksi bibit sawit pada pre nursery (pembibitan kecil) dan main nursery (pembibitan besar).

Seleksi bibit di pre nursery dilakukan pada umur 3,5 bulan.

Ada pun bibit sawit kecil yang harus dibuang adalah bibit yang cirinya sbb :

1.   Bibit yang bentuk daunnya sempit dan memanjang seperti daun lalang.
2.   Bibit yang pertumbuhannya terputar.
3.   Bibit yang tumbuh kerdil.
4.   Bibit yang anak daunnya bergulung.
5.   Bibit yang pertumbuhannya memanjang, ia tinggi sendiri dibanding rerata 
      kawannya.
6.   Bibit yang daunnya agak kusut / kusam.
7.   Bibit yang ujung daunnya membulat seperti mangkuk.
8.   Bibit yang terserang penyakit tajuk. Dilihat dari daun termudanya yang membusuk.
9.   Bibit yang terserang penyakit bercak daun tingkat sedang > parah.
10. Bibit yang daunnya memutih.
11. Bibit yang menguning atau pucat.
12. Bibit yang kurus.
13. Bibit yang daunnya mengkerut atau seperti bersisir.

Seleksi di main nursery dilakukan pada umur 8 dan 10 bulan. Jadi, ada dua kali seleksi.

Ciri-ciri bibit sawit besar yang harus dibuang adalah sbb:

  1. Bibit yang tinggi besar sendiri dibanding kawannya. Pelepahnya besar dan kaku serta tidak membuka, atau bersudut sempit terhadap tegakan pohon.  Bibit yang ini biasanya jantan alias tidak berbuah nantinya.
  2. Bibit yang permukaan tajuknya rata dimana pelepah yang lebih muda lebih pendek dari yang tua.
  3. Bibit yang pelepahnya terkulai atau mengarah jatuh.
  4. Bibit yang tajuk daunnya tidak memecah atau membelah pada saat kawannya yang lain daunnya sudah pecah sempurna.Bibit sawit daunnya harus sudah memecah sempurna pada umur 10 bulan.
  5. Bibit yang terkena penyakit tajuk.
  6. Bibit yang bentuk daunnya cacat, seperti bentuk daunnya sempit, bergulung, atau daunnya jarang, yakni jarak antara pangkal helai daunnya lebih jauh dibanding kawan-kawannya.

      Bibit-bibit yang cacat tadi harus dimusnahkan, tidak boleh ditanam apalagi dijual.

Untuk bibit sawit yang baik, pilihlah bibit sawit yang warna pelepahnya hijau segar, tingginya sedang, pelepah daunnya membuka, bonggol atau bongkotnya jelas terlihat bentuknya, akarnya sudah menembus polibag, tidak bengkok, daunnya megar (tidak menguncup ke arah pelepahnya), sehat dan tampak kokoh.

Demikian kami paparkan, semoga bermanfaat.


Kamis, 23 Oktober 2014

Foto Tanaman Arenku


Umur tanam 8 bulan. Tinggi 1 meter.
Waktu ditanam tinggi masih 30 cm dan daun dua helai.


                   Umur 2 tahun 8 bulan :