Sabtu, 27 Desember 2014

Modus Jual Bibit Gaharu Tanpa Inokulasi

Seorang kenalan dari Batam datang berkunjung ke gubuk reot kami beberapa hari yang lalu. Setelah dua sesi kursus kilat tentang budidaya aren, Pak Leo, demikian nama tamu yang datang itu, berkenan untuk melihat-lihat pembibitan gaharu kami yang jumlahnya tak seberapa. Jenisnya aquilaria malaccensis, merupakan jenia gaharu endemik Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Pembicaraan pun lalu berlanjut laiknya wawancara seorang peminat gaharu dengan seorang ‘pakar gaharu antara bangsa’. ( keh keh keh …)
Saya pun memaparkan sesuai apa yang saya tahu, tanpa bumbu penyedap yang memang tidak perlu.
Akhirnya Pak Leo bercerita tentang seorang temannya yang telah membeli 10 pohon bibit gaharu super. Sepohonnya seharga Rp.350.000. Menurut klaim penjualnya, bibit itu akan tumbuh menjadi pohon gaharu penghasil gubal, tanpa harus melalui proses inokulasi. Gubal atau karas yang terbentuk juga akan bermutu tinggi, karena pembentukan gubal terjadi secara alami dalam waktu yang panjang (8 tahun).
“Benarkah memang ada bibit gaharu yang seperti itu?”tanya Pak Leo di akhir ceritanya.
Saya kontan tersentak kaget. Bertahun-tahun mendalami ilmu tentang gaharu, baru kali ini ada klaim tentang adanya jenis pohon gaharu yang bisa menghasilkan gubal tanpa harus diinokulasi. Kaget saya juga makin mendekati level galau tingkat dewa, mengetahui ada bibit gaharu yang dijual dengan harga selangit seperti itu. Padahal rata-rata harga bibit gaharu siap tanam antara Rp.10.000-Rp.20.000 saja perpokok. Yang termahal, varian krisna, paling juga cuma Rp.50.000/pokok.
“Setahu saya, tidak ada jenis gaharu yang bisa seperti itu, Pak Leo. Gubal hanya terjadi bila ada faktor eksternal yang mempengaruhi, semisal serangan jamur fusarium sp. Secara alami itu terjadi saat ada dahan pohon gaharu yang patah. Secara buatan, jamur itu memang disuntikkan”, saya menjawab pertanyaan Pak Leo sesaat setelah kaget saya berangsur berkurang.
“Wah, kalau gitu, kawan saya itu sudah kena modus ya?”, tanya Pak Leo dengan mimik prihatin.
“Sepertinya begitu”, tukas saya cepat.
Sepulang Pak Leo, saya kemudian mendiskusikan fenomena ini dengan beberapa teman yang tergabung dalam AIPA, sebuah grup di Facebook yang khusus membahas tentang gaharu. Hasilnya, ya lebih kurang sama. Modus. Mereka melukai batang bibit gaharu, lalu menyelipkan gubal gaharu yang sudah jadi. Empat bulan kemudian luka itu akan tampak alami sebab kambium menutupi luka. Gubal selipan itulah yang kemidiian dicungkil lalu didemonstrasikan di depan calon pembeli bibit gaharu. Dibakar, ya wangi. Walah! Dus modus!
***
Pohon gaharu memang bisa menghasilkan uang yang banyak. Namun tehnik budidayanya juga tidaklah mudah. Pada umur 5 tahun atau pada saat diameter batang sudah mencapai 15 cm, pohon harus diinokulasi agar menghasilkan gubal atau karas gaharu. Gubal itu  sendiri adalah bagian kayu pohon gaharu yang berubah menjadi berwarna hitam, atau coklat kehitaman dan bila dibakar akan berbau wangi.
Bau wangi ini berasal dari berbagai unsur yang terdapat di dalam resin gaharu. Diantara unsur itu adalah phytalyosin. Resin yang dimaksud di sini adalah getah yang dikeluarkan pohon gaharu, sebagai serum/antibody terhadap serangan isolat yang hinggap atau sengaja disuntikkan.
Ada beberapa jenis isolat berdasarkan bahan pendukungnya. Isolat bio semisal jamur tadi, isolat kimia bisa berbentuk senyawa etilen, dan ada juga yang mengunakan isolat jenis acid. Adapun isolat tradisional bisa berupa minyak oli kotor, minyak jelantah, soda api, ubi busuk, dll.
Berdasarkan tehnik penerapan isolatnya, proses pemicuan terbentuknya gubal dibagi dua, inokulasi dan aerokulasi. Inokulasi dilakukan dengan cara mengebor batang kayu sedalam sepertiga diameter batang, lalu ke dalam lubang disuntikkan 1-2 ml isolat, kemudian lubang ditutup dengan lilin malam atau tanah liat. Dalam satu pohon, jumlah lubang bisa sampai ratusan.
Bila lubang tidak ditutup, maka itu termasuk tehnik aerokulasi. Umumnya cara ini menggunakan mata bor yang lebih kecil, 3 mm. Tehnik yang terbaru adalah dengan mengelupas kulit batang pohon lalu mengusapkan sejenis inducer berbasis bahan kimia.
***
Kendala utama budidaya gaharu pada dasarnya ada empat.
1.Mahalnya harga inokulan atau aerokulan.
Harga inokulan atau aerokulan di pasaran berkisar antara Rp.500.000 s.d Rp.1.200.000 per liternya. Satu liter hanya cukup untuk 4-6 batang pohon, tergantung besarnya pohon. Bahkan, sejenis inokulan cair keluaran Sabah, Malaysia, direkomendasikan dengan dosis 2 liter perpohonnya. Padahal mereka menjual inokulan produk mereka itu dengan harga RM300 alias sekitar satu juta Rupiah perliternya!
Karena itulah kami di AIPA merintis sebuah upaya untuk menyusun formula isolat yang bagus, namun harganya bersahabat dengan petani kecil berkantong cekak. Beberapa percobaan tampaknya memberikan harapan yang baik. Gubal dan kamedangan yang terbentuk menjadi lebih banyak dan lebih cepat.
2.Sulitnya melakukan proses inokulasi.
Mengebor ratusan titik pada pohon yang berdiri tegak, menyuntikkan beberapa tetes inokulan ke dalam tiap lubang, lalu menutupnya kembali dengan lilin malam, bukanlah pekerjaan mudah. Resikonya juga cukup tinggi. Selain itu, semua peralatan harus dijaga agar tetap suci hama, untuk mencegah masuknya benih penyakit yang tak dikehendaki pada pelukaan pohon. Biasanya tehnisi menggunakan alcohol 70% pada peralatan dan pada lubang yang baru terbentuk untuk menjaganya tetap steril.
3.Tingkat keberhasilan yang tidak dapat diprediksi.
Tak jarang juga proses inokulasi yang memakan biaya, tenaga dan waktu yang banyak itu berakhir dengan gatot alias gagal total.
Penyebabnya adalah :
a.Jenis isolat tidak sesuai.
Ini terjadi karena pohon penghasil gaharu ada sekitar 27 jenis, dan menghendaki isolat yang berbeda. Jenis gaharu yang paling mudah diinokulasi dan paling tinggi tingkat keberhasilannya adalah aquilaria malaccensis. Namun harga jual gubalnya hanya sekitar Rp5 juta/kg.
b.Terjadi pembusukan pada batang pohon yang dibor.                                                                                                                                                               Ini karena peralatan yang dipakai kurang steril atau bisa juga karena lubang bor kemasukan air. Karena itu proses inokulasi dianjurkan dilakukan di musim kemarau.
c.Terjadinya restorasi.                                                                                                                                                                                                                          Gubal dan kamedangan yang sudah terbentuk kembali menjadi kayu. Penyebabnya adalah isolat yang diterapkan, kalah oleh resin yang dikeluarkan oleh pohon gaharu. Ingat, resin yang wangi tadi, dikeluarkan oleh pohon gaharu, adalah bertujuan untuk mengobati luka dan mengatasi serangan isolat yang terjadi. Resin = serum. Ciri inokulasi yang berhasil adalah : daun sebagian tampak layu setelah 3 bulan diinokulasi, lalu pulih kembali. Jika tidak pulih, maka pohon akan mati dan ini berarti gubal belum terbentuk sempurna. Gubal mulai sempurna dalam masa tiga tahun sesudah inokulasi. Jika begini, maka petani hanya akan mendapatkan kamedangan, yang harga jualnya sekitar Rp.200.000-Rp.500.000 per kg.
Pohon mati bisa disebabkan karena lubang terlalu banyak atau dosis isolat terlalu tinggi, atau bisa juga karena terjadinya pelapukan akibat tehnik bor yang salah. Ketika mengebor, inti pohon jangan sampai kena mata bor. Lubang bor yang terlalu banyak dan rapat juga akan membuat pohon mudah patah ketika ada angin kencang.
4.Tidak jelasnya pemasaran gubal gaharu.
Gubal gaharu adalah barang langka yang mahal dan diburu pembeli, baik pembeli dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Tapi umumnya mereka tidak mau bermain secara terbuka. Harga dan grade ditetapkan semata-mata berdasarkan kesepakatan. Tentu saja ini membuka peluang permainan yang sangat besar. Petani yang tidak memahami grade dan harga, tentu mudah sekali menjadi pihak yang dirugikan.
Hal ini dapat diminimalisir dengan melakukan kerjasama dengan pihak ASGARIN. Asosiasi Gaharu Indonesia adalah sebuah wadah professional yang membantu petani dan pedagang gaharu di Indonesia.
Bersambung ….

Menanam Aren, Menata Masa Pensiun

Agrobisnis

Bang

Pilot

Nama asli : Muhammad Isnaini. Tinggal di Batu Bara, Sumut. Pemilik blog : http://bibitsawitkaret.blogspot.com/ . Menulis apa saja yang selengkapnya
Menanam Aren, Menata Masa Pensiun OPINI | 02 December 2014 | 21:50 Dibaca: 129   Komentar: 14   7  
Namaku Bang Pilot. Setidaknya, begitulah semua orang di lingkunganku memanggilku.
Aku adalah seorang petani kecil. Hidup secara sangat sederhana di pelosok Kabupaten Batu Bara, Propinsi Sumatera Utara.
Aku berasal dari keluarga kurang mampu, tidak mampu malah, hingga aku harus sudah bekerja saat masih duduk di bangku kelas dua SD.
Pekerjaan pertamaku di usia delapan tahun itu adalah memanjat pinang. Membelinya dari penduduk, lalu menjualnya ke agen pengumpul.
Kulakukan itu setiap hari, sesudah pulang sekolah. Sebuah sepeda tua setia menemani aku keliling kampung untuk memanjat, membeli dan menjual buah pinang.
Itu adalah sekitar awal tahun 80-an. Dan aku masih ingat, penghasilanku satu hari saat itu sekira 200 Rupiah. Buatku, jumlah itu cukup lumayan, mengingat uang jajanku hanya Rp.25 setiap harinya.
Sekarang, setelah 33 tahun bekerja, aku merasa lelah, dan ingin segera pensiun. Namun keadaan belum memungkinkan. Karena itulah aku menanam aren. Di atas tanah yang dulu kubeli dengan susah payah. Sebidang kebun mungil yang kubangun dengan hasil jerih payah yang keras dan mengharukan. Berharap tujuh atau delapan tahun lagi aku bisa berhenti bekerja. Beristirahat panjang sambil jalan-jalan naik hoverboard keliling dunia.
Diatas tanah seluas 4.000 meter persegi itu kutanami dengan 300 pohon aren, dengan jarak tanam 3 x 4 meter. Kelilingnya akan kutanami dengan 200 pohon gaharu jenis aquilaria malaccensis, yang bibitnya sedang kusiapkan.
Jarak tanam arenku itu janganlah diikuti, karena sebenarnya itu terlalu rapat. Efeknya adalah akan makin lamanya masa tunggu produksi. Jarak tanam normal aren adalah 5x6 meter. Atau 333 batang perhektar.
 
1417530359500669142
Rudi, salah satu pekerjaku, sedang menanam aren.
Sementara masih bisa dimanfaatkan, sudah kusebar 10.000 batang tangkaran bibit sawit di antara tanaman aren yang masih kecil itu.
Namun, semua itu bukan tanpa pengorbanan. Aku harus mematikan tanaman kelapa sawit yang sudah sepuluh tahun ini kurawat dengan baik, karena lahan itu sebelumnya adalah kebun sawit. Aku tak punya pilihan lain.
Aku mematikan pohon sawit itu dengan cara menginjeksikan herbisida sistemik ke dalam batangnya. Tentu saja dengan mengebor batangnya terlebih dahulu dengan bor listrik. Amma bakdu, 20 cc racun pekat rasanya cukuplah untuk menghantarkan tegakan sawit itu ke peristirahatannya yang terakhir.
1417530843365994652
Mengebor batang sawit
1417531188636046089
Menyuntikkan herbisida ke batang sawit
Karena penasaran untuk melakukan ujicoba, beberapa pohon diantaranya tidak dibor, tetapi dieleminasi dengan cara “akarotoxcid”. 20 cc herbisida dilarutkan ke dalam 200 cc air, lalu disusukan ke 3-4 helai akar pohon kelapa sawit itu.
14175315721873240181
Menyusukan racun ke pohon sawit
Aku tak berharap muluk-muluk. Jika nanti 50% dari 300 pohon arenku disadap tiap harinya, dan satu pohon bisa menghasilkan 1 kg gula aren seharga Rp.20.000, maka akan ada angka 150 x 20.000 = Rp.3.000.000 di kocekku setiap harinya. Dipotong upah penyadap serta biaya lain-lain sebesar Rp.1.000.000, maka masih ada sisa Rp.2.000.000 mengisi pundi-pundiku setiap matahari terbenam, selama minimal 5 tahun, dan kalau aku masih bernyawa.
Dari 200 pohon gaharu, aku juga tak berharap banyak. Sudah cukup lumayan kalau bisa menghasilkan 1 kg gubal dan 5 kg kamedangan untuk setiap pohonnya. Jika kualitas gubal dan kamedangan itu kelas dua saja, maka berarti setidaknya uang sejumlah 200 x 4.000.000 + (200 x 5 x 100.000) = Rp.900.000.000 bisa di tangan dalam masa delapan tahun.
Lha, biaya inokulasinya bagaimana? Tenang, inokulannya bikin sendiri, dan upah bornya harian saja. Paling juga habis biaya 30 HK x 70.000 = Rp.2.100.000. Gak terlalu ngaruh terhadap angka besar sebelumnya, kan?
Aku memang pengkhayal besar. Tetapi khayalanku diikuti dengan usaha yang nyata, dan perhitungan yang masuk akal. Mudah-mudahan berhasil.
Kalau berhasil, maka aku akan dapat pensiun nyaman. Sambil bermain hoverboard. Skateboard yang melayang di atas segala permukaan. Saat ini harganya masih USD 10.000. Dan hanya ada 10 unit di seluruh dunia.
Walah!

Berapa Jarak Tanam Singkong yang Terbaik?

Agrobisnis

Bang

Pilot

Nama asli : Muhammad Isnaini. Tinggal di Batu Bara, Sumut. Pemilik blog : http://bibitsawitkaret.blogspot.com/ . Menulis apa saja yang selengkapnya
Berapa Jarak Tanam Singkong yang Terbaik? HL | 05 December 2014 | 00:42 Dibaca: 419   Komentar 27  Bintang  16
1417715247523421342
Jarak tanam singkong bertajuk sedang
Handphone berdering. Seseorang menelepon dan menanyakan berapa jarak tanam singkong malaysia yang sebenarnya. Ia juga mengatakan bahwa ia telah berkonsultasi dengan teman suaminya, seorang sarjana pertanian, yang mengatakan bahwa jarak tanam singkong jenis itu adalah 40 x 40 cm.
Saya terhenyak dengan kening berkerinyit. Hati saya membatin, “Dari mana pulak sarjana pertanian itu dapat ilmu?….”
Singkat cerita, akhirnya saya persilakan penelepon itu, seorang perempuan, untuk datang langsung dan belajar teknik budi daya singkong di demplot kelompok tani kami, dengan dibimbing oleh seorang petani senior yang spesialisasinya memang di bidang “persingkongan”. Nama tutor itu adalah Pak Warianto. Beliau sudah belajar ilmu singkong sampai ke Lampung, Kalimantan Timur, Malang, dan lain daerah, sebagai petani utusan Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara.
Jarak tanam singkong itu tergantung kepada jenisnya. Karena beberapa jenis singkong tajuk pohonnya lebar, sedang yang lainnya bertajuk sempit. Karena itu, idealnya, saat sudah dewasa, tajuk pohon singkong tidak boleh berhimpitan, tetapi juga tak boleh menyisakan ruang, agar hasil optimal.
Sebagai contoh, singkong malaysia dan singkong kuning yang bertajuk sempit, pohonnya kecil dan rendah, tangkai daunnya pendek serta helai daunnya juga relatif tidak lebar, maka jarak tanam idealnya adalah 80 x 80 cm. Adapun jenis singkong kasesa, singkong tahun, singkong hijau, singkong malang, singkong pulut, singkong trambesi, singkong begog, singkong andira, singkong roti, singkong keling, dan jenis singkong bertajuk sedang lainnya, maka jarak tanam standarnya adalah 100 x 100 cm, atau sistem double row = 80 x 160 cm. Yang terakhir adalah jenis singkong mukibat, singkong gajah dan singkong darul hidayah, dengan jarak tanam yang disarankan adalah 100 x 150 cm.
Kesuburan tanah juga berpengaruh pada jarak tanam ideal. Makin subur tanah, maka makin lebarlah jarak tanam. Pada tanah yang sangat subur, maka jarak tanam singkong malaysia adalah 100 x 100 cm, singkong kasesa dkk adalah 120 x 120 cm, serta singkong gajah dkk menjadi 100 x 200 cm.
Satu pohon hanya disisakan satu batang saja. Bila dalam satu stek tumbuh lebih dari satu tunas atau satu batang, maka tinggalkanlah batang yang paling bagus, buanglah batang yang kurang bagus. Pengurangan tunas atau batang ini biasa disebut penunasan, dilakukan pada saat umur singkong sudah penuh 3 bulan. Namun, sebagian petani menyisakan 2 batang tegakan dalam satu pohon. Ini dilakukan bila perbanyakan stek masih dibutuhkan, atau singkong jenis ini steknya laku dijual.
Bila jarak tanam terlalu rapat, atau jumlah batang tegakan terlalu banyak maka yang terjadi bukanlah banyaknya umbi segar yang didapat, tetapi tegakan pohon yang batangnya kecil tinggi, mudah rebah, dan umbinya kecil lagi sedikit.

Cara Memilih Polybag



Cara Memilih Polybag

Polybag, selanjutnya ditulis polibeg, adalah kantong plastik berlubang-lubang yang biasanya dipakai sebagai wadah media tempat tumbuh bibit tanaman.

Ukuran polibeg sangat variatif. Mulai yang cuma sebesar jari jempol tangan (untuk wadah sosis; bibit tanaman yang masih sangat kecil), sampai yang segede gaban (untuk wadah bibit durian montong yang bahkan sudah berbuah).

Ketebalan plastik polibeg juga ada banyak macam, mulai yang tipisnya setipis kulit ari bawang, sampai yang setebal jaket kulit.

Adapun kualitas plastik polibag, ada tiga kelas. Kelas A, kelas AD dan kelas ST.
Kelas A merupakan yang terbaik, AD yang sedang dan ST yang paling rapuh, biasanya berasal dari plastik daur ulang.

Polibeg kelas A cirinya plastiknya lembut, ketebalan merata, permukaan mulus licin, berkilat, tidak ada bercak-bercak, liat, tidak bau sengak, dan harganya lebih mahal.

Polibeg dari plastik daur ulang cirinya : baunya sengak menyengat, jika diterawang tampak ketebalan tidak rata, bercak-bercak, rapuh, mudah robek, dan harganya murah.

Saat ini harga polibeg di kota Kisaran, Asahan, kualitas A Rp.23.000/kg, kualitas AD Rp.21.500/kg dan yang ST Rp.20.000/kg. Harga berlaku untuk pembelian 1 bal @25 kg.

Nah, sekarang, bagaimanakah kriteria memilih polibek yang baik untuk bibit yang akan kita semaikan?

Jenis polibeg yang baik ditentukan oleh jenis bibit tanaman yang akan disemaikan didalamnya. Misalkan untuk membuat baby sawit, atau bibit sawit kecil daun 3-4 helai, maka yang baik adalah polibeg  ukuran 12x17 cm, ketebalan 0,18 mm-0,20 mm, kelas ST. Baby sawit hanya butuh waktu 3,5 bulan sebelum dipindahkan ke polibeg yang lebih besar, seperti ukuran 30x35 cm atau 35x40 cm.

Ketebalan dan kelas polibag tak perlu yang bagus karena biasanya polibag kelas ST berdaya tahan 7-8 bulan.

Saat dipindahkan ke polibeg besar, pemilihan polibeg kembali berdasarkan kepada lamanya waktu bibit akan ditanam. Jika misalnya direncanakan bibit sawit itu akan ditanam pada umur 1 tahun atau lebih, maka pakailah polibeg kelas A, ukuran 35x40 cm. Jika pada umur antara 8-11 bulan, maka pilihan kelas AD dengan ukuran 30x35 cm adalah yang paling proporsional.

Itu tadi adalah polibeg untuk bibit tanaman berakar serabut. Bagaimana dengan polibeg untuk bibit tanaman berakar tunggang?

Kita ambil permisalan bibit karet alias para alias rambung. Bila direncanakan bibit karet akan ditanam saat payung satu atau payung dua, maka pakailah polibag kelas A ukuran 17x25 cm. Namun bila akan ditanam pada fase payung 3 atau lebih, maka polibag kelas A ukuran 17x30 adalah pilihan yang baik.

Pohon karet rawan tumbang terkena angin, terutama yang varietas GT. Karenanya, usahakan agar akar tunggangnya tidak sudah putus terlalu banyak saat ditanam ke lapangan. Putusnya akar tunggang terjadi karena akar sudah menembus polibeg bagian bawah.

Selain ukuran panjangnya atau tingginya, pemilihan polibeg juga harus memperhatikan ukuran lebarnya. Polibeg nantinya akan disusun rapat, sehingga jika ukuran lebar terlalu sempit, maka bibit tanaman akan tumbuh kurus menjulang tinggi, tak sedap dipandang mata, akibat ruang tumbuh yang terlalu sesak.

Polibeg itu pada dasarnya, semakin besar semakin baik. Tetapi harus juga diperhitungkan luasan lahan penangkaran bibit, serta pengangkutan.

Sebagai contoh, bibit sawit umur setahun dalam polibeg ukuran 35x40 cm (berat rerata 14 kg) hanya muat 425 batang jika diangkut dengan truk Colt Diesel roda enam standart  atau yang sejenis. Jika polibegnya ukuran 30x35 cm (berat rerata 7,5 kg), maka bisa dimuat sampai 800 batang. Untuk pengangkutan jarak jauh, selisih angka banyaknya muatan itu sudah sangat berpengaruh terhadap ongkos angkut perbatang.

***
Foto nyomot punya saranalestari.com


 

Cara Membuat Media Semai Jamur



Cara Membuat Media Semai Jamur

Ada dua macam media semai jamur yang kami ketahui, yakni PDA (potato dextrose agar) dan BLA (banana leaf agar).

Tulisan ini hanya akan membahas masalah cara membuat PDA, sebagai media semai jamur yang paling banyak dipakai.

PDA dapat digunakan sebagai media semai  hampir semua jenis spora jamur, mulai jamur tiram, jamur merang, jamur ling zhi, sampai jenis jamur yang tak kasat mata semisal fusarium sp. atau aspergillus. Fusarium sp. dan aspergillus niger banyak dipakai sebagai bahan inokulan pemicu terbentuknya gubal pada tanaman gaharu jenis aquilaria malaccensis dan kerabat-kerabatnya.

Sebagai catatan, PDA bukanlah sebagai media tanam jamur, tetapi hanya sebagai media semai starter sampai spora tumbuh menjadi miselium atau benang-benang calon batang tubuh jamur. Adapun media tanam bagi jamur tiram, jamur merang, jamur kuping, jamur ling zhi dan berbagai jenis jamur pangan lainnya adalah baglog. Baglog berbentuk balok bulat yang terbuat dari serbuk gergajian kayu, dedak, tepung jagung, air, gula, dan beberapa bahan lainnya. Cara membuat baglog akan kami bahas terpisah.

Membuat PDA tidaklah sulit. Sediakan bahan-bahannya berupa

  1. 200 gram kentang yang bagus dengan sesedikit mungkin bintik-bintik hitam dikulitnya.
  2. 1 liter aquadest, beli di apotik, atau air minum botolan kualitas bagus.
  3. 20 gram dextrose, beli di toko kimia atau toko bahan kue. Jika tidak ada, gunakanlah gula pasir yang sudah dijemur kering.
  4. 20 gram tepung rumput laut/agar-agar. Banyak dijual di warung-warung, semisal merk Swallow. atau merk Sriti. Merk yang pertama lebih baik.

Cara membuat :

Cuci kentang, tak perlu dikupas. Potong dadu kecil-kecil atau iris tipis seperti keripik. Rebus dengan aquadest atau aqua tadi. Biarkan mendidih 15 menit. Saring/pisahkan dari padatan kentangnya. Kentang ini bisa dibikin panganan yang disukai.

Takar larutan ini, jika kurang dari 1 liter, maka tambahkan aqua hingga pas jadi 1 liter. Campurkan dextrose dan agar-agar. Aduk sampai rata. Saat masih panas, masukkan ke dalam botol gepeng bekas wiski yang sudah dicuci dan disterilkan dengan cara dikukus. Isi 1/3 kapasitas botol saja, hingga saat diletakkan miring, larutan tidak tumpah.

Tutup botol dengan sumbat gabus atau lainnya, yang sudah disterilkan juga. Letakkan dalam posisi miring/tidur. Biarkan hingga mendingin sendiri.

Nah, PDA sudah jadi. Tinggal mengunakannya. PDA banyak digunakan di laboratorium kesehatan dan laboratorium pertanian, di kumbung rumah jamur, sampai di raung kedap kuman milik produsen inokulan gaharu.

Cara Mudah Mengatasi Jamur Fusarium Sp.





Mahkluk halus satu ini memang tak bisa terlihat dengan mata telanjang. Namun kelakuan bejadnya sungguh bisa membuat para petani pusing tujuh putaran. Betapa tidak, jamur jenis ini punya seabrek kemampuan bertahan hidup dan kemampuan merusak yang tak bisa dipandang sebelah mata. 

Sebagai contoh, spora jamur fusarium sp. bisa bertahan selama dua tahun tanpa air. Bisa juga terbang bersama angin melintasi selat bahkan samudera, hingga ia dengan mudah menyebar dari Alaska hingga tengah-tengah gurun Gobi.

Selain itu, bila tanaman sudah terserang fungi ini, kebanyakan fungisida akan tak berdaya. Jangan dikata fungisida alami, fungisida berbahan aktif racun keras saja pun sering dibuat tak berdaya. Deretan merk seram fungisida semisal Dithane45, Bayleton, sampai Benlate yang dipuji-puji para ahli pertanian pun tak jarang keok jika berhadapan dengan jamur sakti ini.

Hebatnya, fusarium sp. dapat melakukan infiltrasi ke dalam kehidupan tanaman bukan hanya melalui akar, tapi juga bisa masuk menyerang dari batang dan daun. Masa inkubasinya yang lumayan lama, menyebabkan gejala baru kelihatan saat penyakit sudah pada stadium akut.  Dan kalau sudah begini, saya cuma bisa geleng-geleng kepala.

Hebatnya lagi, fusarium sp. ini biasa menyerang tanaman mulai dari persemaian benih hingga tanaman keras yang sudah berumur puluhan tahun. Dan, hampir semua jenis tanaman bisa terjangkit penyakit olehnya. Sebut saja kelapa sawit, karet, aren, gaharu, asam gelugur, singkong, kentang, cabai, manggis, jeruk-jerukan, ubi jalar dll...dll.

Lalu, apa yang bisa dilakukan? Jawabnya : pencegahan.

Bagaimana cara mencegahnya?

Antara lain dengan aplikasi dolomite.

Pupuk tinggi magnesium berbahan baku batu kapur ini memang tak disukai oleh jamur apapun. Aplikasikanlah dolomite pada lahan yang diduga ada menyimpan potensi jamur ini paling tidak 15 hari sebelum penanaman. Dolomite bisa ditabur sebelum atau sesudah pengolahan tanah. Dolomite juga bisa dicampurkan kedalam air siraman.

Selain membantu mencegah serangan jamur, dolomite juga berfungsi untuk menetralkan PH tanah yang terlalu asam. Semakin asam tanah, maka dibutuhkan dolomite yang makin banyak. Secara umum, dibutuhkan 2-3 ton dolomite untuk menaikkan PH tanah seluas 1 hektare sebanyak 1 angka. Misalnya, tanah satu hektar ber PH 4,5 akan naik menjadi PH 5,5 setelah diaplikasikan dolomit sebanyak 3 ton.

Dolomite juga membantu memperbaiki unsur hara tanah, serta memulihkan tanah yang sudah teracuni aluminium, nitrogen, amonium atau kalsium akibat seringnya penggunaan pupuk kimia.


Tips : sebaiknya pakai super dolomite yang butirannya paling halus dengan tingkat kelarutan dalam air 95% atau lebih. Dolomite yang begini harganya di tingkat pengecer di kawasan kabupaten Batu Bara, Sumut : Rp.45.000/sak @50kg.

Penambahan bubuk belerang (sulphur) akan baik sekali untuk memerangi jamur yang merugikan. Sebenarnya, sulphur juga terdapat di dalam pupuk ZA, sekitar 21%. Karena itu, pertimbangkanlah untuk mengganti aplikasi pupuk urea dengan pupuk ZA.