Sekarang saatnya saya sampaikan rahasia
menjadi milyader dalam waktu delapan atau sembilan tahun. Ini adalah bisnis
pertanian jangka panjang yang fokusnya adalah menanam aren. Ya menanam
aren untuk kesejahteraan. Mengapa aren? Berikut rahasianya.
Aren ( arenga pinnata) sesungguhnya
adalah pohon emas, yang jika dibudidayakan secara benar akan mengubah
nasib bangsa Indonesia. Aren akan mampu meningkatkan kesejahteraan
petani dengan berbagai produk yang dihasilkan, mulai dari gula hingga
bioethanol. Aren juga mampu menjadi alternative penghasil energi terbarukan di masa depan.
Rp.7,56 M : 15 tahun : 365 hari = Rp.1.380.000 penghasilan bersih perhari dari hasil satu hektar kebun aren yang dibudidayakan secara baik dan intensif.
Dengan demikian aren sangat menjanjikan untuk menciptakan kesejahteraan rakyat dan negara.
Sekarang tidak perlu berhektar-hektar.
Mulai saja dari yang kecil, katakanlah 20 pohon setiap orang. Dalam
waktu tujuh atau delapan tahun, ada 10 pohon yang produksi 100 liter perhari
maka dapat dihasilkan 300 ribu perhari dari jual nira Rp 3.000 perliter.
Kalau dibuat gula dapat menghasilkan 14 kg, kalau sekilogram gula
dijual Rp 20.000 maka dapat duit Rp.280.000 . Ini penghasilan perhari dari 10 pohon aren saja!
Menanam pohon Aren sesungguhnya tidak
membutuhkan kondisi tanah yang khusus (Hatta-Sunanto, 1982) sehingga
dapat tumbuh pada tanah-tanah liat, berlumur dan berpasir, tetapi aren
tidak tahan pada tanah yang kadar asamnya tinggi (pH tanah terlalu
asam). Aren dapat tumbuh pada ketinggian 5 – 1.400 meter di atas
permukaan laut. Namun yang paling baik pertumbuhannya pada ketinggian
500 – 800 meter di atas permukaan laut dengan curah hujan lebih dari
1.200 mm setahun atau pada iklim sedang dan basah.
Batang pohon Aren yang baik harus besar
dengan pelepah daun yg rimbun Sampai saat ini tanaman Aren
yang tumbuh dilapangan dikategorikan dalam 2 aksesi yaitu Aren Genjah
(pohon agak kecil dan pendek) dengan potensi produksi nira antara 10 -15
liter/tandan/hari, dan Aren Dalam (pohon besar dan tinggi) dengan potensi
produksi nira 20 – 30 liter/tandan/hari. Untuk pohon induk dianjurkan
adalah aksesi Dalam.
Revolusi aren menjadi emas merahnya
rakyat, sesungguhnya telah diisyaratkan oleh Sunan Bonang, salah seorang
Walisongo yang hidup pada tahun 1465 – 1525 M di Tuban Jawa Timur.
Dalam sebuah legenda, Sunan Bonang hendak dirampok oleh Lokajaya
(belakangan berubah menjadi Sunan Kalijaga). Sunan Bonang hanya berkata
“ambil saja itu emas bergelantungan” sambil menunjuk buah kolang kaling
yang bersinar warna keemasan.
Selama ini tidak ada orang yang mampu
menafsirkan apa makna emas dari kolang-kaling aren itu. Selama ini pohon
aren hanya diambil kolang-kalingnya pada bulan ramadhan. Ijuknya untuk
tali dan atap rumah, batangnya untuk dibuat tepung, dsb.
Baru setelah lima ratus tahun berlalu,
para ahli mampu menguak misteri emas kolang kaling aren ini, yakni dari
kandungan nira aren itu.
Itulah sebabnya, Ketua Umum HKTI Prabowo
Subianto, akan segera mengembangkan bioetanol dalam skala industri,
untuk mengatasi krisis energi yang 18 tahun lagi minyak bumi kita akan
habis.
Selaku Capres beberapa waktu lalu,
Prabowo juga berjanji akan membuka 4 juta hektar kebun aren untuk
mengatasi energi, dan yang juga akan menyerap tenaga kerja 24 juta
orang. Namun sayang, Prabowo gagal melaju sebagai presiden NKRI yang ke 7, hingga program-program beliau menjadi sulit untuk diwujudkan.
Persoalannya sekarang adalah sosialisasi
soal 'emas merah'nya aren masih terbatas sehingga belum mampu menggerakkan
petani ataupun pemilik tanah untuk menanam aren. Kedua, masih jarang
petani yang membudidayakan bibit sehingga untuk melakukan revolusi aren
tidak dapat cepat. Kalaupun ada yang membudidayakan bibit, harganya lumayan mahal. Satu benih kualitas “aren dalam” harganya Rp10 ribu
(produksi nira mencapai 20 hingga 30 liter/hari/pohon).
Ketiga, dukungan pemerintah juga kurang sehingga gerakan menanam aren
mengalami hambatan.
Atas dasar inilah, ada sebuah LSM bernama
Komunitas Masyarakat Desa Mandiri (KMDM) sebagai lembaga swadaya
masyarakat yang berpusat di Jakarta dan memiliki cabang di Banjarnegara,
Kebumen dan Purbalingga, bermaksud menggerakkan warga menanam Aren.
Satu desa, minimal ada 40 orang warga menanam Aren di kebunnya,
masing-masing menanam sebanyak 20 pohon.
Target utama gerakan ini adalah
meningkatkan kesejahteraan rakyat petani aren. Petani akan mendapatkan
nilai tambah aren untuk kesejahteraan setidaknya setiap bulan akan
menghasilkan tambahan pendapatan Rp5 juta hingga Rp 6 juta perbulan
dari 10 – 20 pohon aren.
Inilah yang dinamakan sebagai Gerakan
Tanam Aren Untuk Kesejahteraan (Gertak 2015), yakni sebuah ikhtiar untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa pada tahun 2015, bersamaan
dengan target MDGs yang berusaha mengakhiri setengah kemiskinan dunia
pada tahun 2015.
Jadi untuk kekhawatiran seperti dikatakan
Sonik Jatmiko dari Purwokerto, program agribisnis jangka panjang sering
ditinggalkan pengurusnya, tidak akan terjadi di sini. Mengapa? Karena
ide dasarnya dari masyarakat sendiri. Masyarakat yang perlu meningkat
kesejahteraannya, sehingga mereka mau menanam untuk anak cucunya
sendiri. Kalaupun tidak ada pabrik gula atau pabrik bio etanol
didirikan, mereka secara tradisional dapat membuat gula aren dan gula semut, atau gula aren cair. Mantaf sekali, bukan? MARI BERGABUNG BERSAMA GERTAK 2015, KALAU
TIDAK KITA YANG AKAN DIGERTAK OLEH BANGSA LAIN!
***
Bila ada yang butuh bibit aren, bisa lihat katalog lengkap produk bibit tanaman kami di :
http://bibitsawitkaret.blogspot.com ini atau hub. HP/WA.0813 7000 8997 dengan Mhd.Isnaini. Harga bibit aren : Rp.1.500/kecambah. Yang siap tanam Rp.4.000/pokok. Varietas dalam dan varietas genjah. Lokasi di Petatal, Lima Puluh, Batu Bara, Sumut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar