Sabtu, 29 November 2014

Awas, Ada Rafaksi!

Kebanyakan petani singkong alias ubi kayu, sudah mengenal istilah rafaksi ini.
Rafaksi adalah sesuatu yang dibenci oleh petani singkong.

Betapa tidak, hasil panen umbi segar yang beratnya 10 ton, namun yang dibayar hanya 9 ton. Lha, yang 1 ton lagi, kemana? Ya dipotong oleh pihak pabrik tapioca, dengan alasan sebagai potongan tanah yang terikut, potongan kadar air, umbi yang mulai membusuk, kayu yang terikut, dll.
Besaran rafaksi itu tidak tentu besarannya. Antara 5% sd. 20%. Biasanya, singkong yang bisa dimakan rafaksinya lebih kecil, sedangkan singkong beracun rafaksinya lebih besar. Sebagai contoh, sebagian pihak pabrik tapioca mengenakan rafaksi 6% pada singkong gajah, singkong malaysia dan singkong tahun, 10% pada singkong kasesa dan singkong mekarmanik, dan 20% pada singkong thailand. Namun, beda pabrik beda juga besaran rafaksi. Di Sumut, tidak ada pabrikan yang mengenakan rafaksi lebih dari 10%, karena di sini pabrik tapioca terbilang cukup banyak, hingga persaingan untuk mendapatkan bahan baku lumayan sengit.

Selain jenis singkongnya, waktu panen juga berpengaruh kepada besaran rafaksi. Panenan di musim hujan akan dipotong lebih banyak dibanding panenan di musim kemarau.

Hal ini sangat penting untuk diperhatikan oleh mereka yang baru akan memulai membudidayakan singkong. Misalnya, jangan terbuai oleh kata “thailand”, tetapi ujung-ujungnya timbangan umbi segar kita dipotong secara sadis oleh pihak pabrikan. Memilih jenis singkong yang tepat bisa membantu mengurangi besaran rafaksi, yang pada akhirnya akan menambah keuntungan bagi petani. 

Jika di daerah Anda pihak pabrik tapioca terlalu banyak menerapkan rafaksi, maka dapat dipertimbangkan untuk mencari atau membuat jalur pemasaran lain. Misalnya dengan menjualnya ke pabrik keripik singkong, atau malah mengolah singkong segar Anda menjadi tepung ubi alias modification cassava flour alias mocaf.
Saat ini pangsa pasar mocaf masih terbuka luas, dan margin keuntungannya juga lumayan besar. Perhitungan secara kasar, 3 kg umbi segar seharga Rp.2.400 akan menghasilkan 1 kg mocaf seharga Rp.5.000. *Harga-harga adalah pada partai besar.

Membuat mocaf juga cukup mudah dan modal usahanya terbilang kecil.
Proses pembuatan mocaf ada 2 cara, dengan bio enzim dan tanpa bio enzim. Ulasannya sudah kami tulis sebelumnya. Silahkan disimak jika berminat. 

Dan, tulisan saya itu, juga semua tulisan saya yang lainnya,  boleh dicopas, diplagiat, diakui sebagai tulisan orang lain, dicetak atau diperjual belikan secara bebas.

Ayo bangkit petani Indonesia, dan mari berwirausaha!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar