Berita
Politik
Humaniora
Ekonomi
Hiburan
Olahraga
Lifestyle
Wisata
Kesehatan
Tekno
Media
Muda
Green
Jakarta
Fiksiana
Agrobisnis
Bang
Pilot
Nama asli : Muhammad Isnaini. Tinggal di Batu Bara, Sumut. Pemilik blog : http://bibitsawitkaret.blogspot.com/ . Menulis apa saja yang selengkapnya
OPINI
| 02 December 2014 | 21:50
Dibaca:
129
Komentar: 14
7
Menanam Aren, Menata Masa Pensiun
Namaku Bang Pilot. Setidaknya, begitulah semua orang di lingkunganku memanggilku.
Aku adalah seorang petani kecil. Hidup secara sangat sederhana di pelosok Kabupaten Batu Bara, Propinsi Sumatera Utara.
Aku berasal dari keluarga kurang mampu, tidak
mampu malah, hingga aku harus sudah bekerja saat masih duduk di bangku
kelas dua SD.
Pekerjaan pertamaku di usia delapan tahun itu
adalah memanjat pinang. Membelinya dari penduduk, lalu menjualnya ke
agen pengumpul.
Kulakukan itu setiap hari, sesudah pulang
sekolah. Sebuah sepeda tua setia menemani aku keliling kampung untuk
memanjat, membeli dan menjual buah pinang.
Itu adalah sekitar awal tahun 80-an. Dan aku
masih ingat, penghasilanku satu hari saat itu sekira 200 Rupiah. Buatku,
jumlah itu cukup lumayan, mengingat uang jajanku hanya Rp.25 setiap
harinya.
Sekarang, setelah 33 tahun bekerja, aku merasa
lelah, dan ingin segera pensiun. Namun keadaan belum memungkinkan.
Karena itulah aku menanam aren. Di atas tanah yang dulu kubeli dengan
susah payah. Sebidang kebun mungil yang kubangun dengan hasil jerih
payah yang keras dan mengharukan. Berharap tujuh atau delapan tahun lagi aku bisa
berhenti bekerja. Beristirahat panjang sambil jalan-jalan naik
hoverboard keliling dunia.
Diatas tanah seluas 4.000 meter persegi itu
kutanami dengan 300 pohon aren, dengan jarak tanam 3 x 4 meter.
Kelilingnya akan kutanami dengan 200 pohon gaharu jenis aquilaria
malaccensis, yang bibitnya sedang kusiapkan.
Jarak tanam arenku itu janganlah diikuti, karena sebenarnya itu terlalu rapat. Efeknya adalah akan makin lamanya masa tunggu produksi. Jarak tanam normal aren adalah 5x6 meter. Atau 333 batang perhektar.
Jarak tanam arenku itu janganlah diikuti, karena sebenarnya itu terlalu rapat. Efeknya adalah akan makin lamanya masa tunggu produksi. Jarak tanam normal aren adalah 5x6 meter. Atau 333 batang perhektar.
Sementara masih bisa dimanfaatkan, sudah
kusebar 10.000 batang tangkaran bibit sawit di antara tanaman aren yang
masih kecil itu.
Namun, semua itu bukan tanpa pengorbanan. Aku
harus mematikan tanaman kelapa sawit yang sudah sepuluh tahun ini
kurawat dengan baik, karena lahan itu sebelumnya adalah kebun sawit. Aku
tak punya pilihan lain.
Aku mematikan pohon sawit itu dengan cara
menginjeksikan herbisida sistemik ke dalam batangnya. Tentu saja dengan
mengebor batangnya terlebih dahulu dengan bor listrik. Amma bakdu, 20 cc
racun pekat rasanya cukuplah untuk menghantarkan tegakan sawit itu ke
peristirahatannya yang terakhir.
Karena penasaran untuk melakukan ujicoba,
beberapa pohon diantaranya tidak dibor, tetapi dieleminasi dengan cara
“akarotoxcid”. 20 cc herbisida dilarutkan ke dalam 200 cc air, lalu
disusukan ke 3-4 helai akar pohon kelapa sawit itu.
Aku tak berharap muluk-muluk. Jika nanti 50%
dari 300 pohon arenku disadap tiap harinya, dan satu pohon bisa
menghasilkan 1 kg gula aren seharga Rp.20.000, maka akan ada angka 150 x
20.000 = Rp.3.000.000 di kocekku setiap harinya. Dipotong upah penyadap
serta biaya lain-lain sebesar Rp.1.000.000, maka masih ada sisa
Rp.2.000.000 mengisi pundi-pundiku setiap matahari terbenam, selama
minimal 5 tahun, dan kalau aku masih bernyawa.
Dari 200 pohon gaharu, aku juga tak berharap
banyak. Sudah cukup lumayan kalau bisa menghasilkan 1 kg gubal dan 5 kg
kamedangan untuk setiap pohonnya. Jika kualitas gubal dan kamedangan itu
kelas dua saja, maka berarti setidaknya uang sejumlah 200 x 4.000.000 +
(200 x 5 x 100.000) = Rp.900.000.000 bisa di tangan dalam masa delapan tahun.
Lha, biaya inokulasinya bagaimana? Tenang,
inokulannya bikin sendiri, dan upah bornya harian saja. Paling juga
habis biaya 30 HK x 70.000 = Rp.2.100.000. Gak terlalu ngaruh terhadap
angka besar sebelumnya, kan?
Aku memang pengkhayal besar. Tetapi khayalanku
diikuti dengan usaha yang nyata, dan perhitungan yang masuk akal.
Mudah-mudahan berhasil.
Kalau berhasil, maka aku akan dapat pensiun
nyaman. Sambil bermain hoverboard. Skateboard yang melayang di atas
segala permukaan. Saat ini harganya masih USD 10.000. Dan hanya ada 10
unit di seluruh dunia.
Walah!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar