Sabtu, 27 Desember 2014

Modus Jual Bibit Gaharu Tanpa Inokulasi

Seorang kenalan dari Batam datang berkunjung ke gubuk reot kami beberapa hari yang lalu. Setelah dua sesi kursus kilat tentang budidaya aren, Pak Leo, demikian nama tamu yang datang itu, berkenan untuk melihat-lihat pembibitan gaharu kami yang jumlahnya tak seberapa. Jenisnya aquilaria malaccensis, merupakan jenia gaharu endemik Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Pembicaraan pun lalu berlanjut laiknya wawancara seorang peminat gaharu dengan seorang ‘pakar gaharu antara bangsa’. ( keh keh keh …)
Saya pun memaparkan sesuai apa yang saya tahu, tanpa bumbu penyedap yang memang tidak perlu.
Akhirnya Pak Leo bercerita tentang seorang temannya yang telah membeli 10 pohon bibit gaharu super. Sepohonnya seharga Rp.350.000. Menurut klaim penjualnya, bibit itu akan tumbuh menjadi pohon gaharu penghasil gubal, tanpa harus melalui proses inokulasi. Gubal atau karas yang terbentuk juga akan bermutu tinggi, karena pembentukan gubal terjadi secara alami dalam waktu yang panjang (8 tahun).
“Benarkah memang ada bibit gaharu yang seperti itu?”tanya Pak Leo di akhir ceritanya.
Saya kontan tersentak kaget. Bertahun-tahun mendalami ilmu tentang gaharu, baru kali ini ada klaim tentang adanya jenis pohon gaharu yang bisa menghasilkan gubal tanpa harus diinokulasi. Kaget saya juga makin mendekati level galau tingkat dewa, mengetahui ada bibit gaharu yang dijual dengan harga selangit seperti itu. Padahal rata-rata harga bibit gaharu siap tanam antara Rp.10.000-Rp.20.000 saja perpokok. Yang termahal, varian krisna, paling juga cuma Rp.50.000/pokok.
“Setahu saya, tidak ada jenis gaharu yang bisa seperti itu, Pak Leo. Gubal hanya terjadi bila ada faktor eksternal yang mempengaruhi, semisal serangan jamur fusarium sp. Secara alami itu terjadi saat ada dahan pohon gaharu yang patah. Secara buatan, jamur itu memang disuntikkan”, saya menjawab pertanyaan Pak Leo sesaat setelah kaget saya berangsur berkurang.
“Wah, kalau gitu, kawan saya itu sudah kena modus ya?”, tanya Pak Leo dengan mimik prihatin.
“Sepertinya begitu”, tukas saya cepat.
Sepulang Pak Leo, saya kemudian mendiskusikan fenomena ini dengan beberapa teman yang tergabung dalam AIPA, sebuah grup di Facebook yang khusus membahas tentang gaharu. Hasilnya, ya lebih kurang sama. Modus. Mereka melukai batang bibit gaharu, lalu menyelipkan gubal gaharu yang sudah jadi. Empat bulan kemudian luka itu akan tampak alami sebab kambium menutupi luka. Gubal selipan itulah yang kemidiian dicungkil lalu didemonstrasikan di depan calon pembeli bibit gaharu. Dibakar, ya wangi. Walah! Dus modus!
***
Pohon gaharu memang bisa menghasilkan uang yang banyak. Namun tehnik budidayanya juga tidaklah mudah. Pada umur 5 tahun atau pada saat diameter batang sudah mencapai 15 cm, pohon harus diinokulasi agar menghasilkan gubal atau karas gaharu. Gubal itu  sendiri adalah bagian kayu pohon gaharu yang berubah menjadi berwarna hitam, atau coklat kehitaman dan bila dibakar akan berbau wangi.
Bau wangi ini berasal dari berbagai unsur yang terdapat di dalam resin gaharu. Diantara unsur itu adalah phytalyosin. Resin yang dimaksud di sini adalah getah yang dikeluarkan pohon gaharu, sebagai serum/antibody terhadap serangan isolat yang hinggap atau sengaja disuntikkan.
Ada beberapa jenis isolat berdasarkan bahan pendukungnya. Isolat bio semisal jamur tadi, isolat kimia bisa berbentuk senyawa etilen, dan ada juga yang mengunakan isolat jenis acid. Adapun isolat tradisional bisa berupa minyak oli kotor, minyak jelantah, soda api, ubi busuk, dll.
Berdasarkan tehnik penerapan isolatnya, proses pemicuan terbentuknya gubal dibagi dua, inokulasi dan aerokulasi. Inokulasi dilakukan dengan cara mengebor batang kayu sedalam sepertiga diameter batang, lalu ke dalam lubang disuntikkan 1-2 ml isolat, kemudian lubang ditutup dengan lilin malam atau tanah liat. Dalam satu pohon, jumlah lubang bisa sampai ratusan.
Bila lubang tidak ditutup, maka itu termasuk tehnik aerokulasi. Umumnya cara ini menggunakan mata bor yang lebih kecil, 3 mm. Tehnik yang terbaru adalah dengan mengelupas kulit batang pohon lalu mengusapkan sejenis inducer berbasis bahan kimia.
***
Kendala utama budidaya gaharu pada dasarnya ada empat.
1.Mahalnya harga inokulan atau aerokulan.
Harga inokulan atau aerokulan di pasaran berkisar antara Rp.500.000 s.d Rp.1.200.000 per liternya. Satu liter hanya cukup untuk 4-6 batang pohon, tergantung besarnya pohon. Bahkan, sejenis inokulan cair keluaran Sabah, Malaysia, direkomendasikan dengan dosis 2 liter perpohonnya. Padahal mereka menjual inokulan produk mereka itu dengan harga RM300 alias sekitar satu juta Rupiah perliternya!
Karena itulah kami di AIPA merintis sebuah upaya untuk menyusun formula isolat yang bagus, namun harganya bersahabat dengan petani kecil berkantong cekak. Beberapa percobaan tampaknya memberikan harapan yang baik. Gubal dan kamedangan yang terbentuk menjadi lebih banyak dan lebih cepat.
2.Sulitnya melakukan proses inokulasi.
Mengebor ratusan titik pada pohon yang berdiri tegak, menyuntikkan beberapa tetes inokulan ke dalam tiap lubang, lalu menutupnya kembali dengan lilin malam, bukanlah pekerjaan mudah. Resikonya juga cukup tinggi. Selain itu, semua peralatan harus dijaga agar tetap suci hama, untuk mencegah masuknya benih penyakit yang tak dikehendaki pada pelukaan pohon. Biasanya tehnisi menggunakan alcohol 70% pada peralatan dan pada lubang yang baru terbentuk untuk menjaganya tetap steril.
3.Tingkat keberhasilan yang tidak dapat diprediksi.
Tak jarang juga proses inokulasi yang memakan biaya, tenaga dan waktu yang banyak itu berakhir dengan gatot alias gagal total.
Penyebabnya adalah :
a.Jenis isolat tidak sesuai.
Ini terjadi karena pohon penghasil gaharu ada sekitar 27 jenis, dan menghendaki isolat yang berbeda. Jenis gaharu yang paling mudah diinokulasi dan paling tinggi tingkat keberhasilannya adalah aquilaria malaccensis. Namun harga jual gubalnya hanya sekitar Rp5 juta/kg.
b.Terjadi pembusukan pada batang pohon yang dibor.                                                                                                                                                               Ini karena peralatan yang dipakai kurang steril atau bisa juga karena lubang bor kemasukan air. Karena itu proses inokulasi dianjurkan dilakukan di musim kemarau.
c.Terjadinya restorasi.                                                                                                                                                                                                                          Gubal dan kamedangan yang sudah terbentuk kembali menjadi kayu. Penyebabnya adalah isolat yang diterapkan, kalah oleh resin yang dikeluarkan oleh pohon gaharu. Ingat, resin yang wangi tadi, dikeluarkan oleh pohon gaharu, adalah bertujuan untuk mengobati luka dan mengatasi serangan isolat yang terjadi. Resin = serum. Ciri inokulasi yang berhasil adalah : daun sebagian tampak layu setelah 3 bulan diinokulasi, lalu pulih kembali. Jika tidak pulih, maka pohon akan mati dan ini berarti gubal belum terbentuk sempurna. Gubal mulai sempurna dalam masa tiga tahun sesudah inokulasi. Jika begini, maka petani hanya akan mendapatkan kamedangan, yang harga jualnya sekitar Rp.200.000-Rp.500.000 per kg.
Pohon mati bisa disebabkan karena lubang terlalu banyak atau dosis isolat terlalu tinggi, atau bisa juga karena terjadinya pelapukan akibat tehnik bor yang salah. Ketika mengebor, inti pohon jangan sampai kena mata bor. Lubang bor yang terlalu banyak dan rapat juga akan membuat pohon mudah patah ketika ada angin kencang.
4.Tidak jelasnya pemasaran gubal gaharu.
Gubal gaharu adalah barang langka yang mahal dan diburu pembeli, baik pembeli dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Tapi umumnya mereka tidak mau bermain secara terbuka. Harga dan grade ditetapkan semata-mata berdasarkan kesepakatan. Tentu saja ini membuka peluang permainan yang sangat besar. Petani yang tidak memahami grade dan harga, tentu mudah sekali menjadi pihak yang dirugikan.
Hal ini dapat diminimalisir dengan melakukan kerjasama dengan pihak ASGARIN. Asosiasi Gaharu Indonesia adalah sebuah wadah professional yang membantu petani dan pedagang gaharu di Indonesia.
Bersambung ….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar